- Advertisement -
PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Masih dalam suasana peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah bersama Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) bersama Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) serta sejumlah pihak lainnya melepasliarkan 10 orangutan ke hutan alami di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), wilayah kerja Resort Tumbang Hiran, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kasongan, Rabu (14/6).
Baca Juga: Pembentukan Raperda Pilkades Dinilai Terlambat
Sebelum dilepasliarkan ke hutan TNBBBR, 10 orangutan terdiri dari 2 jantan dan 8 betina menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah (Kalteng). Kegiatan pelepasliaran ini juga sekaligus meresmikan pondok monitoring orangutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Hiran. Pondok monitoring ini diberi nama “Himba Pambelum” yang dalam bahasa setempat berarti “Hutan Kehidupan”.
10 orangutan ini akan diberangkatkan dalam dua perjalanan yang terpisah dan lokasi pelepasliaran yang juga terpisah. Trip pertama akan membawa 4 individu orangutan ke hutan di DAS Hiran pada 14 Juni. Sementara, trip kedua membawa 6 individu orangutan ke hutan di DAS Bemban pada 16 Juni 2023.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng, Sadtata Noor Adirahmanta, mengatakan upaya konservasi satwa liar dari waktu ke waktu menghadapi tantangan yang semakin besar sehingga perlu didukung oleh semua pihak.
Ia menjelaskan, pemerintah berkomitmen untuk melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia melalui upaya konservasi yang sistematis. Yakni perlindungan sistem pendukung kehidupan, pelestarian keanekaragaman spesies dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Menurutnya, salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati di antaranya melalui kegiatan pelepasliaran satwa. Khususnya orangutan hasil rehabilitasi ke habitat aslinya.
“Orangutan sebagai salah satu flagship species yang menjadi prioritas KLHK. Keberadaannya di alam harus tetap terjaga melalui berbagai upaya konservasi agar berkembangbiak dengan baik. Dengan meningkatnya pemahaman bersama terkait pentingnya pelestarian satwa endemik Kalimantan. Baik yang dilindungi serta perlindungan terhadap habitatnya, semoga keutuhan ekosistem hutan tetap terjaga,” ungkapnya dalam siaran persnya.
Kepala TNBBBR, Andi Muhammad Kadhafi menjelaskan, kegiatan pelepasliaran merupakan proses panjang. Dimulai dari tindakan penyelamatan satwa dilanjutkan dengan rehabilitasi, pelepasliaran dan monitoring. Untuk memastikan satwa dapat hidup dan berkembang biak di habitatnya.
Dalam mendukung upaya tersebut, pada kegiatan pelepasliaran, pihaknya meresmikan pondok monitoring orangutan.B erada di jalur Sungai Hiran, Resort Tumbang Hiran, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II, Kalteng.
Dengan adanya pondok monitoring, sambung Kadhafi, orangutan diharapkan kedepannya proses kegiatan pelepasliaran akan berjalan lebih baik. Karena didukung sarana dan prasarana yang memadai.
“Pemanfaatan DAS Hiran dan DAS Bemban untuk pelepasliaran orangutan sejak tahun 2016. Merupakan upaya menjaga persebaran orangutan rehabilitasi yang dilepasliarkan ke Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya. Keberadaan orangutan yang berhasil berkembang biak menjadi salah satu indikator kondisi hutan yang baik. Tidak hanya bagi orangutan tapi juga bagi satwa-satwa lainnya. Upaya bersama ini telah membantu orangutan membentuk populasi orangutan liar yang mandiri dan lestari,” imbuhnya.
Ia menyebut tercatat 7 kelahiran alami di TNBBBR sejak pelepasliaran orangutan pertama dilakukan di sini sejak 2016. Selain itu, keterlibatan masyarakat di sekitar lokasi pelepasliaran diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut melestarikan orangutan dan habitatnya di taman nasional ini.
Sejak tahun 2016, Balai TNBBBR bekerja sama dengan Balai KSDA Kalimantan Tengah dan Yayasan BOS telah melepasliarkan sebanyak 189 individu orangutan. Dengan pelepasliaran 10 individu kali ini maka total yang telah dilepasliarkan sejumlah 199.
CEO Yayasan BOS, Jamartin Sihite mengatakan, pelepasliaran kesepuluh orangutan ini merupakan pelepasliaran kedua yang dilakukan Yayasan BOS pada tahun 2023 ini. Di pusat rehabilitasi , saat ini masih terdapat sekitar 400 orangutan yang direhabilitasi untuk siap hidup bebas dan mandiri di hutan.
“Melalui kerja bersama yang melibatkan semua pihak serta pemangku kepentingan. Perlindungan dan pelestarian orangutan akan semakin berkembang dan terjaga. Begitu pula ekosistem hutan pun akan semakin sehat sehingga banyak manfaat yang tersedia dan kita tuai bersama. Agar ekosistem ini berkembang, mereka membutuhkan adanya orangutan. Sebagai gantinya, mereka memberi kita manusia udara yang segar, air bersih, serta iklim yang teratur,” jelasnya.
Pelepasliaran orangutan yang merupakan aset negara yang dilindungi oleh undang-undang ini adalah perwujudan semangat kerja bersama. Tak kenal lelah dan terpadu serta berlangsung dalam jangka panjang bagi konservasi orangutan yang dilakukan oleh Balai KSDA Kalimantan Tengah, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, dan Yayasan BOS sebagai upaya perlindungan dan pelestarian orangutan di Kalimantan.
BKSDA Kalteng, Balai TNBBBR, bersama Yayasan BOS memberikan apresiasi dan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Katingan dan Kabupaten Pulang Pisau, dan masyarakat di Kabupaten Katingan serta Kabupaten Pulang Pisau, atas dukungan dan kerja samanya.
Yayasan BOS juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya atas dukungan dan kontribusi dari organisasi mitra global pihaknya yakni BOS Australia, BOS Jerman, BOS Swiss, BOS UK, BOS USA, dan Save the Orangutan.
Pihaknya juga berterima kasih atas dukungan dari dunia usaha seperti PT. Sawit Sumber Mas Sarana (SSMS) dan PT. Dwima Grup, berbagai lembaga konservasi lainnya termasuk Orangutan Outreach, serta donor perseorangan dari seluruh dunia, yang mendukung kerja konservasi kami serta pelestarian alam di Indonesia. (pri/hfz)
- Advertisement -