Konten dari halaman ini Transformasi Digital UMKM Perlu Peran dari Pemangku Kebijakan

Penggunaan QRIS Belum Sentuh Ekosistem Pasar

Transformasi Digital UMKM Perlu Peran dari Pemangku Kebijakan

- Advertisement -
Mewujudkan Transformasi Digital UMKM diperlukan upaya dan pembinaan yang lebih. Namun yang paling penting , diperlukan dari para pemangku kebijakan dari seluruh elemen yang memiliki fokus yang sama dalam hal digitalisasi.
————————————-
Muhammad Hafidz, Palangkaraya
BANK Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Kota Palangkaraya terus melakukan upaya mewujudkan transformasi digital untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) binaannya. Namun dalam mewujudkan hal tersebut, terdapat berbagai resistensi yang menghambat terwujudnya transformasi digital pada UMKM.
Pemimpin Cabang BRI Kota Palangkaraya Bobby Bayu Nurzaman mengatakan, saat ini UMKM dibina dengan sistem hybrid baik yang juga dilakukan melalui platform marketplace, komunikasi dengan teknologi, dan kunjungan lapangan.
“Diharapkan dari pembinaan BRI, UMKM mulai mengenal penerapan dan penggunaan digital platform bahkan perangkat digital untuk pengelolaan usaha mereka. Tidak hanya urusan dengan perbankan, simpan pinjam, tapi untuk pengelolaan usaha mereka baik pencatatan, pemasaran, transaksi keuangan, alat bayar dan lain-lain yang memang diarahkan digital,” katanya, Selasa (27/6).
Ia menerangkan, paradigma yang baku dari transaksi tunai menjadi digital bukan hal yang mudah. Sehingga ini menjadi tugas dari seluruh pemangku kepentingan.
“Karena mindset (Paradigma,red) itu tidak cukup transaksi bank tapi juga pendampingan dan lain-lain. Itu menjadi kewajiban bersama antara semua stakeholder (pemangku kebijakan,red) bank, pengampu kebijakan dalam hal ini dinas terkait dan pemerintah serta, elemen masyarakat yang concern (fokus,red) yang sama terkait digitalisasi,” bebernya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, sebagaimana gerakan dari BI sendiri terkait Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) salah satunya dalam sistem pembayaran yang menerapkan penggunaan QRIS dan alat bayar lain transaksi itu, maka BRI sejalan dengan GNNT juga untuk mengenalkan alat bayar tersebut keseluruh mitranya.
“Resistensi dari masyarakat karena sebagian masyarakat terkhususnya di daerah yang tidak ada sinyal itu memang masih mengharapkan transaksi tunai. Resistensi itu juga ditambah lagi dengan faktor ketersediaan resources tim literasi, perangkat IT dan ada juga karena trauma saudaranya dan temannnya. Terkait isu tentang penipuan dan pembobolan menggunakan alat transaksi berbasis digital,” ujarnya.
Padahal, sambung Bobby, BRI sudah memberikan edukasi yang sangat memadai membuat peningkatan kehati-hatian agar nasabah ataupun UMKM Binaan BRI supaya yakin bertransaksi digital aman, jelas, transparan dan secara langsung.
“Namanya traumatis tidak bisa hilangin, yang namanya keraguan gak bisa kita hilangin. Yang namanya keraguan tidak bisa kita hilangin, kecuali ada bukti bukti testimoni lain,” bebernya.
Selain itu, BRI juga memiliki program untuk UMKM Binaan BRI yakni penyediaan produk yang inovatif. Seperti marketplace atau lokapasar pasar.id dan pari. Namun demikian, adaptasi edukasi, literasi yang memadai dan tingkat penyerapan literasinya di masyarakat membuat program platform penetrasi dan penggunaannya relatif terbatas.
“Sehingga edukasi dari nol menjadi mau melakukan itu, butuh effort (upaya untuk menyelesaikan sesuatu,red) lebih, sementara mereka yang para unicorn itu kenapa sukses, karena mengenalkan orang yang sudah paham digital,”jelasnya.
Oleh karena itu, BRI membuat platform lokapasar pasar.id dan pari hanya untuk mewadai memfasilitasi untuk UMKM untuk mulai melek digital.
Penggunaan QRIS Belum Sentuh Ekosistem Pasar
Bobby menyebut sebanyak 8427 merchant (pedagang,red) yang menggunakan QRIS BRI. Dari pedagang pentol, baju, warung nasi, kedai-kedai turut menjadi pengguna QRIS. Hingga bulan Mei sendiri, volume transaksi sudah capai Rp 28 milliar.
“Harapannya sampai akhir tahun tembus diatas 100 milliar volume transaksi. Kalau dilihat Program yang dijalankan antusiasme cukup banyak menunjukan animo masyarakat tentang transaksi nontunai  melalui QRIS sudah mulai bangkit,” ujarnya.
Saat ini, sambung Bobby penggunaan QRIS yang belum tersentuh di ekosistem pasar. Sehingga ia mengharapkan penggunaan QRIS bisa tersentuh di pasar-pasar untuk mengurangi peredaran uang tunai.
“Perlu diedukasi juga tentang QRIS itu, kita harapkan QRIS ini meluas untuk kemudahan mereka, kesehatan, dan juga ini adalah gerakan nasional non tunai dari BI dan juga untuk meningkatkan kenyamanan dan keuntungan bagi pengusaha,” bebernya.
Pengamat Ekonomi dari FEB Universitas Palangkaraya, Fitria Husnatarina (DOK PROKALTENG.CO)
Perlu Edukasi Lebih Ke Kalangan yang Tak Familiar Gadget
Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangkaraya Fitria Husnatarina mengungkapkan, penggunaan QRIS di pasar tradisional tidak secepat dibandingkan penggunaan QRIS di retail-retail modern atau toko dan rumah makan.
“Karena segmen dari orang-orang yang belanja di pasar tradisional pun memang kita bisa lihat. Misalnya kalangan-kalangan ibu-ibu yang sudah cukup sepuh atau tua ya. Kemudian kalangan pengusaha-pengusaha misalnya kalau membutuhkan daging dalam jumlah besar atau memang kalangan yang tidak terlalu merasa penting bahwa membayar secara non tunai itu dijadikan sebuah kebiasaan,” ujarnya, Rabu (28/6).
Lebih lanjut, dia memandang dari segmen pembeli dari kalangan ibu-ibu, memang tak cukup familiar dengan gadget. Apalagi dengan aplikasi-aplikasi tertentu sebagai alat transaksi. Sehingga mereka masih nyaman berbelanja dengan pembayaran tunai.
Oleh karena itu, ia menyebut upaya untuk mendorong agar masyarakat responsif untuk melakukan penggunaan QRIS. Diperlukan upaya yang lebih untuk menjadikan QRIS merupakan pembayaran yang penting.
“Apa yang perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa dengan teori kita tidak lagi harus memegang uang tunai. Dari sisi kebersihan dari sisi aktivitas yang lebih menjaga protokol kesehatan itu baik gitu. Kemudian misalnya pertemuan-pertemuan nih lansia pertemuan-pertemuan misalnya anggap saja ya senam Jumat untuk lansia, untuk ibu-ibu arisan Nah ini disuarakan bahwa arisan pun sangat memungkinkan dengan QRIS,” terangnya.
Sehingga bagi Fitria, keuntungan-keuntungan penggunaan QRIS perlu dikampanyekan kepada kalangan masyarakat yang masih belum terjangkau ke kalangan masyarakat yang masih belum melek dengan gadget. Seperti keuntungan menggunakan QRIS yakni sistem pembayaran cepat dan keamanannya terjamin.
“Merubah mindset bahwa dengan membayar non tunai itu bukan berarti sesuatu menjadi tidak berharga atas sesuatu itu tidak efisien itu. Justru lebih efisien dan banyak manfaatnya. Yang ditonjolkan yakni manfaatnya,” bebernya.
Dia beranggapan, implementasi penggunaan QRIS sudah bisa disebarluaskan untuk kalangan pengusaha agar memiliki kode batang QRIS. Baik pengusaha di kalangan kecil hingga besar. Namun, keengganan bagi pengusaha yang menganggap QRIS taka man masih menjadi salah satu faktor kekhawatiran dalam bertransaksi.
“Tapi keengganan tadi bahwa ini tidak aman (penggunaan QRIS,red) bahwa ini kok tidak memegang uang terus bahwa ini masuk ke rekening dan hkalau harus belanja tidak menjadi praktis. padahal justru ini lebih aman lebih praktis lebih ee apa namanya lebih tepat gitu kalau kita mau menjaga betul-betul protokol kesehatan yang mau kita harapkan supaya kita semua sama-sama steril atau sama-sama sehat ya,” jelasnya.
Oleh karena itu, Fitria menyebut kalangan masyarakat perlu membuka uraian benang kusut, keengganan dan ketidaktahuan manfaat lebih penggunaan QRIS.  Bahkan juga mencari pengalaman-pengalaman yang bisa diceritakan kepada pihak lainnya bahwa penggunaan QRIS itu mudah.
Bahkan, sambung lebih lanjut lagi diperlukan peran dari pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan QRIS. Peran pemerintah diperlukan dengan menggelar berbagai macam acara yakni Bazar, Pameran, untuk mendorong penggunaan QRIS sebagai transaksi digital.
“Bahkan, buat festival pasar tradisional dengan QRIS. Jadi semua orang dalam durasi waktu tertentu belanja semua toko dan penjual yang ada di pasar tradisional wajib menggunakan QRIS. Festival seperti itu bisa dibuat dengan cara pemerintah ada disana, unit-unit pelaksana teknis yang ada disana, dan memberikan reward (penghargaan,red). Gak usah lama-lama, nanti kebiasaan yang kita mulai seperti itu juga nantinya menjadi enak dalam transaksi jual beli dengan QRIS,” tandasnya. (pri)
- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments