Konten dari halaman ini Memaknai Iduladha dan Ibadah Haji

Memaknai Iduladha dan Ibadah Haji

- Advertisement -

SUARA takbir dan tahmid mengagungkan asma Allah dan memuliakan keesaan-Nya memenuhi jagat raya pada Hari Raya Iduladha 10 Zulhijah dan Hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijah).

Umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji ber-Iduladha di Tanah Suci seusai wukuf di Arafah. Sementara yang berada di tanah air merayakan Idul Adha seraya melaksanakan ibadah kurban bagi yang memiliki kelapangan materi.

Iduladha dinamai juga Idul Kurban. Pemotongan hewan kurban memiliki makna simbolis menyembelih sifat-sifat kehewanan yang merusak tatanan kehidupan manusia di muka bumi. Kurban merefleksikan ketaatan manusia kepada Allah Penguasa Tunggal di alam semesta dan solidaritas kepada sesama.

Dalam kitab suci Alquran surah Al-Hajj ayat 37 dinyatakan, bukanlah daging hewan kurban dan darahnya itu yang sampai kepada Tuhan, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah ketakwaan umat yang berkurban.

Ibadah kurban sebagaimana ibadah lainnya dalam Islam mengandung dua aspek yang diungkapkan oleh para ulama. Pertama, aspek ubudiyah, di mana orang yang melakukan sembelihan kurban itu akan mendapat pahala, yang akan menjadi simpanan untuk kebahagiaan dan kenikmatan rohaniah di hari akhirat kelak.

Kedua, mengandung nilai-nilai ijtimaiyah, kemasyarakatan. Sebab, dengan sembelihan hewan kurban yang harus dibagi-bagikan sebagian dagingnya kepada kaum fakir miskin dan anak yatim, kita telah dapat melaksanakan amaliah sosial, menyantuni orang-orang yang tidak berdaya.

Ibadah haji adalah panggilan Allah dan syiar agama Islam yang terbesar. Tidak ada peristiwa yang menandingi ibadah haji yang menghimpun jutaan manusia dari berbagai suku bangsa dan negara di seluruh dunia untuk hadir dan berkumpul secara serentak di tempat yang sama dalam waktu bersamaan. Haji merupakan parade keagamaan terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan sejak dari masa lampau, masa kini, hingga masa yang akan datang.

Pada tanggal 9 Zulhijah seluruh jemaah haji tanpa kecuali, termasuk jemaah yang sakit, wajib hadir dan berhimpun di Arafah yang datar dan membentang luas. Semua duduk bersimpuh di bawah langit keagungan Allah SWT untuk menjalani puncak ritual ibadah haji, yaitu wukuf. Tiada hari terpenting melampaui hari wukuf di Arafah yang tak dapat diwakilkan bagi setiap orang yang menunaikan ibadah haji. Tiada kedahsyatan doa melebihi lantunan doa para jemaah haji yang dipanjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi pada hari itu.

Idul Kurban dan ibadah haji adalah saat untuk mengukuhkan simpul-simpul persaudaraan dan solidaritas kemanusiaan secara universal. Salah satu pesan moral Idul Kurban adalah mengajak seluruh umat Islam seyogianya meningkatkan kepekaan dan kepedulian terhadap nasib saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air yang bernasib kurang beruntung. Ibadah haji menggalang ukhuwah Islamiah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah bashariyah dalam sikap, ucapan, dan perbuatan umat Islam.

Haji memiliki nilai istimewa karena Allah menjanjikan surga bagi yang meraih haji mabrur. Haji mabrur dapat diraih jika niatnya lillahi ta’ala dengan menggunakan harta yang halal dan manasik hajinya sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Ibadah haji dilukiskan oleh ilmuwan Turki Mahmud Al-Istanbuli sebagai sumbangan Islam paling positif untuk melahirkan manusia-manusia ideal yang bersatu hati dan bersatu amal yang selalu dicita-citakan para filsuf, sejak zaman Plato, Al-Farabi, Thomas Morus, sampai zaman kita ini. Dalam buku Keagungan Muhammad Rasulullah (judul asli: Adhamatur-Rasul) karya Prof Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, dilukiskan ibadah haji sebagai pertemuan kaum muslimin sedunia di Tanah Suci, di mana terasa betapa hangatnya semangat Islam, demokrasi Islam, persamaan penuh antara kaum kaya dan kaum miskin, kekuatan jiwa tauhid, cinta persaudaraan dan hanya takut kepada Allah semata.

Di Indonesia, penyelenggaraan ibadah haji menjadi tugas nasional yang ditangani secara langsung oleh pemerintah melalui Kementerian Agama. Pemerintah tidak mengambil keuntungan dari penyelenggaraan ibadah haji, tetapi mengemban tanggung jawab terhadap kelancarannya sejak dari keberangkatan calon jemaah haji menuju Tanah Suci sampai kepulangan ke tanah air.

Penyelenggaraan ibadah haji mencakup aspek pelayanan, perlindungan, dan pembinaan jemaah haji sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Haji tidak berhenti di Arafah dan Mina. Seseorang yang telah menunaikan haji diharapkan menjadi pribadi muslim yang semakin baik dan istiqamah dalam kebaikan, menjunjung tinggi keyakinan Islam seraya menghargai keyakinan orang lain, serta menebarkan kasih sayang dan kemaslahatan dalam berinteraksi dengan sesama.

Kemabruran haji dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Dalam konteks hablum minallah, kemabruran haji tecermin dari meningkatnya keimanan, semangat beribadah, serta ketakwaan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Sedangkan dalam konteks hablum minannas, kemabruran haji tecermin dari semakin meningkatnya kesalehan sosial dan kerukunan umat. Kemabruran haji juga harus tecermin dari sikap, pemikiran, dan perilaku yang baik.

Saya berharap seluruh jemaah haji Indonesia dapat menyeleaikan rangkaian ibadah dengan baik. Bagi yang sakit, semoga segera diberi kesembuhan dan sehat kembali. Semoga semua kembali ke tanah air dengan memperoleh predikat haji mabrur. (*)

*) ZAINUT TAUHID SAADI, Wakil Menteri Agama RI

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments