Konten dari halaman ini Celeng dan Simbol Ompongnya Maskulinitas

Celeng dan Simbol Ompongnya Maskulinitas

- Advertisement -

Persoalan rumah tangga Tobor-Nurlela adalah perkara domestik. Namun, Adia Puja menyerempetkannya ke persoalan kelas, sosial ekonomi, dan secara general menelanjangi kekalahan sistem patriarki.

NOVEL ini berdiri di tubir paling tepi; sedikit keseleo akan ditimpa hujatan. Mungkin karena potensi machoisme dengan objektifikasi tubuh perempuan ala penulis laki-laki. Namun, lewat Mustika Zakar Celeng, Adia Puja menawarkan sesuatu yang berbeda karena secara sadar telah menghadirkan tokoh perempuan berdaya, memiliki kemauan tegas atas tubuh, dan sadar akan seksualitasnya.

Nurlela, tokoh perempuan utama dalam Mustika Zakar Celeng, mengajukan protes kepada Tobor, suaminya yang mudah sekali ejakulasi. Tobor sudah layu dan kelelahan bahkan sebelum Nurlela mencapai puncak kenikmatan hubungan badan.

Premis megah untuk sebuah persoalan yang tampak sangat personal. Mendengar protes itu, Tobor yang telah menjalani rumah tangga belasan tahun dihantam gegar. Kelelakian yang selalu dibanggakan runtuh seketika.

Bagaimanapun urusan kejantanan bagi seorang lelaki adalah persoalan harga diri (hal 3). Tidak meledakkan emosi, sikap Tobor egaliter meminta maaf. ”Dan satu-satunya pihak yang harus memohon maaf adalah aku.” (hal 5)

Nurlela melepas stigma perempuan sebagai sex prey atau korban seksual. Perempuan dapat juga menjadi predator seksual/sexual predator yang tahu bagaimana dia ingin dipuaskan.

Meskipun anggapan tidak bisa ditepis, sosial kita kerap beranggapan perempuan ditakdirkan sebagai makhluk pasif, hanya menerima, dan tidak diperkenankan untuk protes. Batasannya: agama (kerelaan perempuan adalah pengabdian dan surga balasannya) dan juga norma kesopanan (perempuan tabu membicarakan ini di depan suami).

Nurlela ditampilkan sebagai gadis rebel yang sangat persisten terhadap apa yang diinginkan, bahkan sejak remaja. Dia menolak laki-laki yang meminangnya, dan hanya menambatkan hasrat kepada Tobor –buruh tani di sawah bapaknya. Nurlela selalu memiliki sejuta siasat untuk melancarkan penolakan. Jauh di dalam lubuk hati, Nurlela telah menambatkan hatinya bagi seorang lelaki. (hal 7)

Juga Nurlela protes kepada teman sejawat perempuannya. Pernikahan adalah milik dua pihak, suami dan istri. Tidak ada pihak yang lebih berkuasa, kedua belah pihak punya hak yang setara. Jika istri tidak boleh meminta atau menolak, apa bedanya dengan jongos? (hal 28)

 

Bagian pembuka di mana puncak gunung kegeraman Nurlela atas stigma maskulinitas pada umumnya berdasar.

 

Tobor dan Keompongan Kelelakian

Yan Ge –penulis perempuan Tiongkok– menyebut dengan apik dalam Elsewhere (2023): nothing is personal after modernity. Tidak ada lagi batas personal dalam era pascamodern. Sekat-sekat telah lebur, meski di bagian lain Yan Ge juga menyebutkan bahwa not everything is political, untuk menolak keharusan seorang penulis hanya perlu mengebor perkara-perkara terkait politik.

Persoalan rumah tangga Tobor-Nurlela adalah perkara domestik, bahkan bisa dipersempit persoalan selangkangan Tobor. Namun, keompongan zakar Tobor ini kemudian menyeret pembaca untuk menelanjangi perkara-perkara lebih besar. Adia Puja dengan apik menyerempetkan ke persoalan kelas, sosial ekonomi, dan secara general menelanjangi kekalahan sistem patriarki.

Tobor digerakkan rasa bersalah bercampur malu justru melakukan banyak hal tidak masuk akal. Setelah segala jenis pil penambah stamina tidak mempan, Tobor justru berlatih ke Kembangan, sebuah kompleks pelacuran, dan berguru hubungan seksual kepada Rosalinda, pelacur tua yang sepi pelanggan dan menyimpan sedompol trauma. Prajurit paling jempolan pun akan tampak bodoh di laga perang jika tidak pernah berlatih. (hal 45)

Bila di sini kita sudah ingin memaki; Tobor lelaki gila, menyelesaikan persoalan dengan membuka petaka baru, dalam kisah selanjutnya bersiaplah untuk terus mengulur kesabaran. Ketika usaha ”berlatih” ke Rosalinda tak membuahkan hasil, Tobor mulai kehilangan akal dan percaya legenda Ratu Siluman Celeng dengan penis tiga belas buah.

Tobor harus melancong ke hutan, semadi di gua untuk berjumpa dengan Ratu Siluman Celeng dan meminta sebuah zakarnya sebagai mustika, gaman untuk kelelakiannya. Benda di antara paha ini bisa menjadi berkah sekaligus musibah yang mengerikan. (hal 168)

Sebermula Selangkangan, Dituntaskan Ejekan

Dalam buku Seks, Sastra, Kita, Goenawan Mohamad menyinggung; Seks adalah satu bagian logis dari keleluasaan berbuat, satu lanjutan dari kekuasaan dan kekayaan yang tidak sah. Seks (dan juga ornamen di dalamnya) adalah afirmasi ketimpangan kelas, juga era yang diwakilinya.

Dalam novel Mustika Zakar Celeng, perkara kelamin layu Tobor nyatanya mendobrak bagaimana perempuan dalam tatatan sosial. Dalam banyak perkara, perempuan selalu dikesampingkan –termasuk urusan pemenuhan kebutuhan seksual.

Meskipun, mungkin tidak disadari, Adia Puja masih mengekalkan demarkasi perempuan dan laki-laki. Tobor yang berkelana, yang mencari pembelajaran. Sedangkan Nurlela di rumah dan protes lewat perkara kelamin dengan bersenggama dengan lelaki lain. Di titik ini, Adia Puja belum berhasil mengeliminasi pembagian roles basis gender. Lelaki perkara keluar rumah, dan perempuan urusan dapur, kasur, pupur, dan sumur.

Meski demikian, usaha sebagai penulis laki-laki memahami peranan gender perlu diapresiasi. Terlebih sikap tidak logis Tobor hingga akhir mengentak. Novel ini ditutup dengan Tobor dipermalukan.

Tobor diadu dengan anjing. Tobor dalam wujud celeng diseret ke adu bagong –tradisi di masyarakat Sunda mengadu babi liar dengan anjing. Di mana menang dan kalah ditentukan dengan kematian.

…maka nasibnya bisa lebih buruk: mati atau sekarat dalam keadaan terluka parah. Celeng yang terluka parah atau mati, akan diambil dagingnya untuk dijadikan satai atau dijual. Yang mana pun tidak ada yang menguntungkan bagi Tobor. (hal 220)

Novel ini juga mengelaborasi kekayaan mistis, legenda, dongeng, juga tradisi yang mengakar di masyarakat rural. Mereka meyakini banyak hal yang mistis, meski seperti Haursepuh, desa Tobor telah dirangsek kemodernan dan islamisasi. Sehingga tidak aneh bila naskah ini masuk sebagai naskah yang menarik perhatian juri Sayembara Novel DKJ 2021 lalu.

Tobor dalam novel Mustika Zakar Celeng adalah potret realitas kebanyakan lelaki dan sosial pada umumnya yang mendewakan kelelakian, dan kemudian dipermalukan hal yang sama. (*)

 

Judul: Mustika Zakar Celeng

Penulis: Adia Puja

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Pertama, Juni 2023

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments