Konten dari halaman ini Praktisi Hukum Sebut Pejabat Publik Bisa Menjadi Ketum KONI

Praktisi Hukum Sebut Pejabat Publik Bisa Menjadi Ketum KONI

- Advertisement -

PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Praktisi Hukum Kalimantan Tengah (Kalteng) Mikhael Agusta mengatakan, Pejabat Struktural atau Pejabat Publik bisa menjadi Ketua Umum KONI di tingkatan manapun.

Meski demikian, sambung Mikhael memperhatikan Kriteria dan Persyaratan Bakal Calon Ketua Umum KONI Provinsi Kalimantan Tengah Masa Bakti 2023-2027, yaitu pada Syarat angka 2 yakni Warga Negara Indonesia dan bukan pejabat publik dan atau struktural merupakan syarat sangat aneh.

“Karena hal ini bertentangan dengan norma maupun asas hukum terkhususnya dari sisi demokrasi maupun sisi pembentukan dan penyusunan  beschikking,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (21/8).

Mikhael mengutip dari Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 27/PUU-V/2007 dalam Pertimbangan hukum 3.19.4. Yakni bagi pembentuk undang-undang, pembatasan jabatan sebagaimana tercantum dalam pasal a quo merupakan kebolehan, bukan merupakan kewajiban (obligatere), ataupun larangan.

“Pertimbangan pragmatis untung-rugi dalam kedua pilihan kebijakan tersebut di atas, sejatinya merupakan pilihan atas berbagai alternatif yang menjadi wewenang pembentuk undang-undang untuk memutuskannya, dan tidak termasuk persoalan konstitusionalitas norma. Demikian juga, pembedaan pengaturan rangkap jabatan antara kepengurusan KON dengan Kepengurusan Induk Organisasi Cabang Olahraga juga merupakan legal policy,” imbuhnya.

Selanjutnya, sambung pria yang bekerja sebagai Advokat ini mengutip putusan Mahkamah Konstitusi nomor 19/PUU-XII/2014 dalam Pertimbangan Hukum 3.17.

Berkaitan dengan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah seandainya pun benar – quod non – Pemohon mempermasalahkan frasa “tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik” dalam Pasal 40 UU SKN.

“Maka frasa dalam pasal a quo pernah dimohonkan pengujian dan diputus oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 27/PUU-V/2007, bertanggal 22 Februari 2008, yang dalam pertimbangan hukum paragraf [3.19.4] dan [3.19.5]

“Bahwa secara singkat dapat diintepretasikan bahwa pembatasan maupun pembolehan dalam hal ini pembatasan pejabat struktural maupun publik bersifat open legal policy yang menjadi kewenanganan pembentuk undang-undang yaitu DPR untuk memutuskannya,” bebernya.

Mikhael menjelaskan lebih lanjut, setelah diberlakukannya UU 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan, yang tidak lagi membatasi pembatasan pejabat struktural maupun publik, seharusnya pembatasan ini tidak lagi menjadi perdebatan maupun polemik di Indonesia.

Dilain sisi penghapusan pembatasan ini semakin membuka pintu demokrasi serta pengembangan dan kemajuan bidang olahraga terkhusunya di Provinsi Kalteng.

Dilain hal ungkap Mikhael. Dalam membentuk suatu peraturan persyaratan Calon Ketua Umum KONI Provinsi Kalimantan Tengah Masa Bakti 2023-2027. Yang sarat berisikan pembatasan maupun pembolehan. Salah satu asas yang paling mendasar adalah  lex superior derogate legi inferiori (peraturan yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi,red).

Sehingga. Landasan pengaturan maupun pembatasan yang dibuat oleh TPP. Menjadi tidak masuk akal. TPP yang seharusnya berkerja berlandaskan setidak-tidaknya AD/ART KONI. Syukur-syukur memahami beschikking maupun beleid. Yang ada dalam dunia keolahragaan. Malah memperlihatkan hasil kerja yang kurang ideal.

“Kemudian dalam hal lain. Memperhatikan jadwal yang telah disusun TPP. Setahu saya sampai hari ini, (20 agustus 2023) belum ada pengumuman calon mana yang ditolak. Atau yang perlu diperbaiki berkas pencalonan. Belum ada yang diumumkan. Saya mengkritik kinerja TPP yang tidak tegas untuk berkomitmen melaksanakan jadwal yang mereka buat sendiri,” tandasnya.(hfz/ind)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments