Komisi VII DPR dan Menteri ESDM Bahlil Sepakati Volume BBM Bersubsidi Turun

- Advertisement -

JAKARTA – Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mengatakan bahwa volume bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yaitu minyak tanah dan solar telah disepakati turun menjadi 19,41 juta kiloliter pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Kesepakatan itu saat Rapat Kerja (Raker) Komisi VII DPR RI bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Gedung Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 27 Agustus 2024.

Artinya, politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini bilang penurunan tersebut didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 mendatang.

“Sehingga, BBM bersubsidi tahun 2025 ini lebih tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat,” imbuh Mukhtarudin.

Mukhtarudin pun mengungkapkan bahwa kriteria pengguna BBM subsidi di Indonesia nantinya akan disiapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Pada dasarnya pemerintah akan mengarahkan agar pembeli BBM jenis Solar Subsidi bisa lebih tepat sasaran kepada masyarakat yang memang berhak,” pungkas Mukhtarudin.

Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan tim Kementerian ESDM dan PT Pertamina (Persero) telah melakukan evaluasi dan kajian untuk menentukan langkah-langkah yang tepat agar subsidinya tepat sasaran.

“Ketika subsidi ini tepat sasaran, maka akan melahirkan efisiensi dan langkah-langkah ini akan kita lakukan. Jadi jangan lagi mobil-mobil mewah pakai barang subsidi,” kata Bahlil.

Untuk subsidi solar, lanjut Bahlil Bahlil, telah disepakati Rp1.000 per liter atau sama dengan tahun sebelumnya atau tidak ada perubahan.

Sementara itu, volume LPG bersubsidi untuk tahun anggaran 2025 disepakati 8,17 juta metrik ton atau naik dari target 2024 yang sebesar 8,07 juta metrik ton.

Bahlil mengatakan peningkatan ini didorong oleh permintaan masyarakat yang semakin tinggi. Selain memberikan LPG, Kementerian ESDM juga berencana untuk membangun jaringan gas.

“Kita juga lagi berpikir untuk bagaimana bikin jaringan gas (jargas) dan membangun industri LPG di Indonesia. Memang problemnya adalah bahan baku tentang C3 dan C4, tapi kita lagi koordinasikan dengan SKK (SKK Migas) dan Pertamina, nantinya untuk memikirkan langkah ini,” pungkas Bahlil Lahadalia. (tim)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES
- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments