PALANGKA RAYA,PROKALTENG.CO – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi momok tersendiri bagi Provinsi Kalteng, terutama di Kota Palangka Raya. Hujan yang dirindukan tak kunjung datang. Lahan gambut yang mengering, menjadi mudah terbakar.
Terbaru, karhutla terjadi di lahan dekat kampus Universitas Palangka Raya dan lahan di Kelurahan Petuk Katimpun. Total sekitar tujuh hektare lahan yang terbakar.
Sejauh ini, penyebab kebakaran lahan itu masih belum diketahui. Bisa saja ada oknum bahkan pemilik lahan yang membakar sampah di lahannya, atau memang pembakaran yang disengaja.
Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangka Raya, Hendrikus Satria Budi menjelaskan pengaruh musim kemarau ikut andil dalam peningkatan jumlah karhutla di Kota Palangka Raya. Hal itu berpengaruh kepada kelembapan tanah sehingga lahan tersebut mudah terbakar.
“Yang jelas, karhutla ini ulah manusia. Dalam pengamatan kami beberapa hari terakhir, memang ada banyak lahan yang dibersihkan dengan cara dibakar, lalu ditinggal begitu saja,” ujarnya.
Walaupun tenaga BPBD Kota Palangka Raya terbatas, tetapi semua kejadian karhutla dapat teratasi. Dengan melibatkan banyaknya relawan yang peduli, maupun bantuan dari BNPB dan Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng yang ikut ambil bagian dalam upaya memadamkan api.
“Yang jadi permasalahan adalah terlalu banyak titik api yang berkobar dalam satu hari. Pernah ada 12 titik api dalam satu hari. Kami sangat kebingungan dalam membagi tim. Akhirnya anggota ke sana kemari untuk memadamkan,” tutur pria yang juga menjabat Camat Bukit Batu itu.
Ia menyebut, yang paling banyak terjadi kebakaran saat ini ialah lahan milik masyarakat, bukan hutan. Entah ada faktor kesengajaan atau tidak. “Mau bagaimana pun, tugas kami hanya memadamkan api. Kalau soal mencari pelaku atau penyebab, itu wewenang kepolisian,” imbuhnya.
Sepanjang tahun 2024, BPBD Kota Palangka Raya mencatat 138 kejadian karhutla di Kota Cantik. Karena itu, Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya sudah menetapkan status siaga bencana karhutla.
“Ini sudah masuk ke tahap sedang. Kami masih berupaya semaksimal mungkin untuk tidak sampai ke tahap status tanggap darurat karhutla, karena akan memperburuk kondisi udara di kota,” katanya.
Terpisah, prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik Riwut, Muhammad Ihsan Sidiq menjelaskan, September ini Kalteng masih berada dalam musim kemarau. Meski puncak kemarau telah terjadi pada Agustus lalu, potensi karhutla masih tinggi, terutama karena curah hujan yang berkurang selama seminggu terakhir.
“Selama beberapa hari terakhir, potensi karhutla makin meningkat karena kurangnya hujan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sebagian wilayah di Kalteng sudah mulai mengalami karhutla, meski hujan diprediksi akan mulai turun dalam waktu dekat. Sementara itu, awal musim hujan diperkirakan akan terjadi di Kalteng pada akhir September hingga Oktober 2024. Namun, menurut Ihsan, hujan tidak akan turun merata di seluruh wilayah Kalteng.
“Biasanya tidak langsung merata. Musim hujan dimulai dari wilayah utara, lalu merambat ke wilayah tengah dan selatan,” jelasnya.
Terkait kualitas udara, Ihsan menyebut bahwa saat ini tingkat partikel PM 2,5 di Kota Palangka Raya masih berada pada kategori aman atau sedang. “Kami hanya mengukur PM 2,5, yakni partikel-partikel halus yang dapat memengaruhi kualitas udara. Namun, saat ini kualitas udara masih tergolong aman,” sebutnya.
Prakiraan cuaca untuk wilayah Kalteng dalam seminggu ke depan menunjukkan adanya potensi hujan. Diperkirakan dalam periode waktu 21-26 September, Kalteng akan mengalami peningkatan curah hujan, terutama pada tanggal 25 dan 26 September, di mana hujan diperkirakan turun hampir merata di sebagian besar wilayah.
“Meskipun cuaca masih kering, tetapi kami prediksi mulai dasarian ketiga bulan ini, curah hujan akan meningkat,” jelasnya.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPB-PK) Kalteng, tertera ada 603 hotspot, 24 kejadian kebakaran, dan total lahan terbakar seluas 143,60 hektare. Secara keseluruhan, sejak awal tahun hingga 19 September 2024, tercatat sudah ada 4.638 hotspot dan 515 kali karhutla, dengan total luas lahan terbakar mencapai 816,21 hektare. Data tersebut disampaikan Kepala Kalaksa BPBPK Kalteng Ahmad Thoyib, Jumat (20/9).
“Lahan gambut sangat rentan terhadap kebakaran, terutama pada musim kemarau panjang yang mempercepat proses pengeringan. Misalnya, kebakaran besar yang terjadi di Kabupaten Pulang Pisau pada 19 September 2024, melanda lahan seluas 100 hektare di Dusun Karukan, Kelurahan Sei Hambawang,” terangnya.
Menurutnya, hingga laporan ini diterima, kebakaran tersebut masih dalam tahap pemadaman oleh tim gabungan TNI, Polri, dan personel lapangan setempat.
“Di beberapa daerah lain juga terjadi kebakaran, di Palangka Raya, Kotawaringin Timur, Gunung Mas, dan Katingan,” sebutnya. (zia/ovi/ce/ram/kpg)