PROKALTENG.CO-Program Pangan Dunia (WFP) PBB memperingatkan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza utara, dengan serangan Israel yang terus berlanjut membuat pasokan makanan tidak dapat masuk ke wilayah tersebut.
Sejak awal bulan ini, tidak ada bantuan makanan yang berhasil masuk, dan sekitar 400.000 warga Palestina yang terjebak di sana menghadapi risiko kelaparan yang nyata. Blokade ini menambah penderitaan warga sipil yang sudah menghadapi ancaman kekerasan dan kerusakan infrastruktur vital akibat serangan militer Israel.
PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional telah berulang kali menyerukan penghentian serangan dan akses yang aman untuk pengiriman bantuan ke wilayah konflik. Namun, seruan ini tidak kunjung direspons oleh pihak-pihak yang terlibat, sementara kondisi di Gaza utara semakin mendekati krisis kemanusiaan besar-besaran.
Di tengah situasi yang semakin memburuk, Hassan Barari, seorang profesor hubungan internasional di Universitas Qatar, memberikan analisis yang mengejutkan terkait motif di balik serangan Israel di Gaza utara.
Barari menyatakan bahwa operasi militer Israel dirancang untuk memaksa pengusiran permanen warga Palestina dari wilayah tersebut.
Menurutnya, serangan mematikan ini adalah bagian dari strategi jangka panjang yang berakar pada ideologi ekstrem sayap kanan dalam pemerintahan Israel.
“Orang Israel telah meremehkan keinginan orang Palestina untuk tetap tinggal,” kata Barari dalam wawancara dengan Al Jazeera.
“Sejak awal, Israel ingin mereka pergi. Ini adalah bagian dari ideologi mereka. Mayoritas pemerintah Israel saat ini berhaluan kanan ekstrem, dan mereka melihat peristiwa 7 Oktober [2023] sebagai kesempatan emas untuk menerjemahkan beberapa ideologi tersebut menjadi kenyataan.”
Barari menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama serangan ini adalah “pemindahan” warga Palestina dari Gaza, yang ia yakini sebagai langkah awal menuju pengusiran lebih luas dari wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Menurutnya, dalam pandangan ekstrem pemerintah Israel, visi mengenai “Israel yang lebih besar” tidak menyertakan keberadaan warga Palestina, dan serangan di Gaza merupakan bagian dari rencana untuk mewujudkan visi tersebut.
Pandangan ini menambah keprihatinan atas masa depan rakyat Palestina di Gaza, yang telah menghadapi serangan tanpa henti, blokade ekonomi, dan krisis kemanusiaan selama bertahun-tahun. Jika situasi terus berlanjut, risiko bencana kemanusiaan yang lebih besar di wilayah tersebut semakin nyata.
Sementara itu, komunitas internasional menghadapi tantangan besar dalam upaya mendorong gencatan senjata dan penyelesaian konflik yang berkelanjutan.
Dengan wilayah Gaza utara yang kini terisolasi dan ribuan warga sipil terjebak tanpa akses terhadap makanan, air, dan kebutuhan dasar lainnya, tekanan untuk memberikan solusi damai semakin mendesak. Namun, dengan ketegangan yang terus meningkat, masa depan Gaza dan rakyatnya tetap tidak menentu. (tkg/jpg)