Asa Membangun Kesejahteraan Melalui Peningkatan Gizi Ibu Hamil dan Anak

- Advertisement -

Oleh: Dedek Prayudi

Republik Indonesia sudah menetapkan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk membiayai sebuah program Unggulan Presiden Prabowo Subianto, Makan Bergizi Gratis (MBG). Merujuk kepada Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Prof. Dadan Hindayana telah ditargetkan jumlah penerima manfaat yaitu sebesar 82 juta orang ibu hamil dan anak sekolah hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

Pada tahun pertama implementasinya, direncanakan 20 juta penerima manfaat akan tercakup. Proporsi cakupan akan terus bertambah hingga akhirnya pada 2029 ditargetkan seluruh 82 juta penerima manfaat sudah tercakup.

Banyak yang berharap dari program ini, seperti para guru, orang tua siswa hingga praktisi pembangunan. Namun tidak sedikit juga yang meragukan efektifitasnya dalam membangun kesejahteraan secara umum. Benarkan MBG dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia?

Pembangunan Kesejahteraan

Secara ontologis, objek material dari filsafat Ilmu Kesejahteraan Sosial adalah manusia khususnya dari sisi kesejahteraan sosial, sementara objek formalnya adalah hakikat, cara memperoleh serta fungsi dari Ilmu Kesejahteraan Sosial tersebut.

Ontologi kesejahteraan sosial membicarakan hakikat mengenai sesuatu yang merupakan realitas terdalam daripada kesejahteraan sosial tersebut, baik yang berbentuk jasmani maupun rohani, baik konkret maupun abstrak.

Konkretnya, menurut UU no 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

Dengan kata lain, manusia yang sejahtera adalah manusia yang tercukupi kebutuhan gizinya, terdidik, sehat, tinggal di hunian layak dan memiliki pekerjaan yang layak sehingga dapat menjalankan fungsinya di masyarakat atau manusia yang terpenuhi segala unsur personhood-nya.

 

 

Menyambungkan kebijakan dan program pembangunan sosial ke dalam kebijakan ekonomi yang lebih luas adalah inti gagasan kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi adalah dua subyek yang tak dapat berdiri sendiri-sendiri, tapi saling menguatkan. Pembangunan sosial akan menjadikan manusia terdampak dapat menjalankan fungsi sosial dan ekonominya dengan baik.

Sedangkan pembangunan ekonomi menyediakan ruang fiskal untuk pembiayaan pembangunan sosial, seperti pemberian asupan gizi kepada masyarakat, pembangunan dan penyelenggaraan sekolah/pelatihan, pembangunan fasilitas dan penyediaan layanan kesehatan, hingga perluasan kesempatan kerja dan akses permodalan usaha bagi masyarakat.

Makan Bergizi Gratis

Program MBG akan resmi diluncurkan oleh Pemerintah RI pada tanggal 2 Januari 2025. Untuk awal, menurut Kepala BGN, Prof. Dadan Hindayana, Program ini akan menyasar kepada 3.325.150 orang. Jumlah penerima manfaat sebanyak ini akan dilayani oleh 937 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Jumlah SPPG sendiri akan meningkat seiring dengan berjalannya program MBG dan ditargetkan oleh BGN akan mencapai 5000 SPPG pada akhir tahun 2025. Satu unit SPPG bertanggung jawab menyiapkan dan menyajikan makan bergizi kepada 3000 sampai 3.500 porsi dan mendistribusikannya kepada penerima manfaat, bekerja sama dengan sekolah-sekolah dan posyandu.

SPPG terdiri dari empat bagian ruangan, yaitu (i) ruang penyimpanan bahan baku, (ii) ruang dapur untuk memasak makanan, (iii)Ruang pengemasan Makanan, dan (iv) Ruang penyimpanan sebelum distribusi. Di dalamnya terdapat 50 orang pekerja, termasuk seorang kepala unit, ahli gizi dan staff keuangan.

Setiap produksi makan bergizi, menurut BGN harus memperhatikan tiga aspek, yaitu kecukupan gizi, higienitas dan pengelolaan limbah berkelanjutan. Dalam jangka pendek, program MBG ditargetkan dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah, absensi siswa dan konsentrasi siswa dalam proses belajar mengajar.

Relevansi MBG terhadap Kesejahteraan

Intervensi gizi melalui program MBG dianggap penting oleh banyak kalangan mengingat gizi adalah komponen sangat penting dalam membangun Sumber Daya Manusia. Dengan gizi yang cukup, anak Indonesia akan bertumbuh sehat. Dengan gizi yang cukup, anak Indonesia akan bertumbuh cerdas. Dengan gizi yang cukup, anak Indonesia akan bertumbuh kuat. Kemenko PMK mencatat bahwa pada 2023, 32% dari total 45 juta anak sekolah di Indonesia menderita anemia, 41% dari total yang sama berangkat ke sekolah dengan perut kosong dan 58% tidak memiliki pola makan yang sehat.

Sementara, Kemenkes menungkapkan bahwa 21 juta orang Indonesia menderita kurang gizi dan 5,8 juta di antaranya adalah balita (anak di bawah lima tahun). Prevalensi stunting di Indonesia juga masih tergolong tinggi walaupun trennya terus menurun yakni, 21,5% pada 2023 atau lebih dari satu di antara lima anak Indonesia menderita stunting.

Jika dibandingkan dengan negara lain, kecukupan gizi orang Indonesia juga tergolong lebih rendah. Konsumsi Protein per Kapita (gram) per hari pada tahun 2022 di Indonesia adalah 62 gram dengan GDP Indonesia saat itu sekitar 4.690 Dollar Amerika Serikat.

Angka ini terbilang lebih rendah dari Konsumsi Protein yang dianjurkan per hari yaitu sekitar 50-100 gram. Sedangkan Filipina yang memiliki GDP “hanya” 3.600 Dollar Amerika Serikat justru memiliki angka Konsumsi Protein lebih tinggi dari Indonesia yaitu sekitar 93 gram per Kapita per hari.

Terlebih, jika dibandingkan dengan negara yang memiliki GDP lebih tinggi dari Indonesia, seperti Malaysia, misalnya, konsumsi protein Indonesia tertinggal sangat jauh yaitu Malaysia di angka 159 gram per hari dengan GDP 13,110 Dollar Amerika Serikat. Hal ini oleh banyak kalangan disebut sebagai salah satu faktor penghambat tumbuh kembang kualitas SDM Indonesia.

Jelas dengan kondisi seperti ini, Indonesia membutuhkan intervensi gizi untuk menjaga momentum dan berhasil memetik bonus demografi untuk mencapai generasi emas 2045.

Relevansi MBG terhadap pembangunan kesejahteraan menjadi semakin menebal dengan diikutsertakannya BUMDes, Koperasi, Petani, Peternak, Pekebun hingga penduduk lokal sebagai tenaga kerja pada SPPG dalam proses pelaksanaannya.

BUMDes dan Koperasi berpartisipasi sebagai simpul pengelolaan bahan baku yang mengelola hasil pertanian, perkebunan dan peternakan. Ada juga usaha logistik dan pengiriman yang akan diikutsertakan, seperti yang diilustrasikan oleh gambar bagan Ekosistem Satuan Pelayanan di bawah.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy, pelaksanaan MBG akan menambahkan 0,1% terhadap pertumbuhan ekonomi. Republik ini patut optimis dengan MBG.

MBG bukan soal bagi-bagi kue pembangunan. MBG adalah soal memberdayakan semua untuk terlibat membuat kue pembangunan yang lebih besar dari yang kita miliki sekarang, baik itu (i) secara tidak langsung yaitu investasi pada modal manusia, maupun (ii) secara langsung yaitu proses ekonomi yang terjadi dalam ekosistemnya.

*) Dedek Prayudi, mahasiswa Doktoral Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM

- Advertisement -
RELATED ARTICLES
- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments