Merah Putih

- Advertisement -

Bupati hebat ini pernah memelopori pembangunan “jembatan” antara produsen dan konsumen di kabupaten itu.

Produsennya Anda sudah tahu: pasti petani.

Konsumennya, yang paling mudah terlihat: pegawai negeri dan pegawai Pemda di kabupaten itu.

Pegawai negeri/Pemda dijumlahkan. Sekian puluh ribu orang. Didata lengkap beserta anggota keluarganya. Apa saja kebutuhan konsumsi mereka setiap bulan. Beras berapa kilo, gula, sayur, minyak goreng, dan seterusnya.

Dari daftar kebutuhan tersebut dipilah: apa saja yang sudah dihasilkan oleh para petani di kabupaten itu. Hasilnya: petani bisa jual beras dengan harga lebih baik. Pegawai negeri bisa beli beras dengan harga lebih baik.

Produsen dipertemukan langsung dengan konsumen.

Indomart dan Alfamart dilarang di kabupaten itu. Banyak yang minta izin tapi tidak diberi izin.

Perdagangan internal kabupaten diatur. Kebutuhan yang tidak bisa dihasilkan di kabupaten itu barulah dibeli dari luar. Lewat koperasi.

Nama bupatinya: Hasto Wardoyo. Seorang dokter. Bupati Kulon Progo yang sekarang, hanyalah penggantinya pengganti.

Hasto seorang dokter kandungan. Istrinya seorang dokter anak.

Sukses sebagai bupati, Hasto diangkat menjadi Kepala BKKBN. Setingkat menteri. Sukses juga. Ia menyatukan program BKKBN dengan semua  calon pengantin. Se-Indonesia. Calon pengantin wajib tes dan ikut pelatihan menjadi bapak-ibu anak mereka yang akan mereka lahirkan.

Yogyakarta beruntung. Partainya, PDI-Perjuangan, menugaskannya jadi calon wali kota Yogyakarta. Ia terpilih. Ia tidak banyak keluar uang. Kampanyenya hanya satu dan diam-diam: menyelenggarakan tes kesehatan gratis di desa-desa (kelurahan) di Yogya.

Saya menunggu kreasi apa lagi yang akan ia abdikan untuk kota Yogya. Saya punya “teori”: orang yang berprestasi di satu bidang akan berprestasi juga di bidang lain. Orang yang berprestasi di satu tempat akan sukses juga di tempat lain.

Pun sebaliknya.

Itu yang saya tahu. Saya belum tahu akan seperti apa Koperasi Merah Putih (KMP) yang akan dikembangkan di semua desa di Indonesia. Jumlah koperasi itu akan mencapai 80.000. Harus didirikan serentak tahun ini.

Alangkah besar ide itu. Betapa berat program itu. Betapa sulit melaksanakannya –apalagi membuatnya sukses.

Tapi saya bisa menangkap ”ruh” yang diinginkan Presiden Prabowo Subianto: menghidupkan ekonomi desa. Menggerakkan ekonomi rakyat.

Kalau program ini berhasil arah ekonomi negara akan berubah. Mungkin pelaku ekonomi yang sekarang sudah mapan akan merasa terganggu.

Saya menangkap kesan apa yang dilakukan bupati Hasto Wardoyo dulu akan diterapkan dalam skala nasional, secara masif, lebih menukik ke desa dan all out.

Tentu KMP tidak meniru Kulon Progo. Jauh lebih hebat dari itu. Setidaknya saya pernah melihat ide yang mirip. Semangatnya  yang serupa.

Dengan KMP potensi desa tidak boleh hanya disedot oleh kekuatan ekonomi raksasa. Lalu desa hanya jadi konsumen dari kekuatan ekonomi kapitalis.

Lihatlah yang terjadi sekarang: uang orang desa mengalir ke atas. Pola konsumsi di desa membuat uang orang desa kesedot ke atas.

Uang dari bawah itu kembali ke bawah dalam bentuk penyakit: gula darah, kolesterol, ginjal,  obesitas. Konsumsi orang desa didekte oleh pabrikan kapitalis. Produk yang kian murah harganya, kian sembrono dalam menjaga kesehatan isinya.

BPJS ikut jadi korban banyaknya orang yang sakit.

Saya menduga KMP didasari suasana kebatinan seperti itu: bagaimana agar ekonomi desa berputar di bawah.

Dengan teknologi informasi semaju sekarang, menyeimbangkan kapasitas produsen dan volume keperluan konsumen sangat bisa dilakukan. TI mutlak diperlukan agar sukses.

Saya belum tahu sejauh mana teknologi informasi diciptakan untuk jejaring pasar KMP. Pasti tidak sulit. Membangun ‘gudang’ di dunia maya tidak perlu beli semen, pasir dan besi. Membangun ”pasar besar” di cloud tidak perlu beli atap.

Saya menduga pembangunan KMP yang 80.000 itu akan dibarengi dengan pembangunan  ”gudang” di awang-awang sana: untuk stok kebutuhan hidup di desa. Tentu saya jugabayangkan akan dibangun ”pasar” maya yang sangat lengkap.

Dengan demikian satu koperasi desa yang perlu satu jenis barang tinggal posting di situ:  klik. Pun koperasi mana yang kelebihan bahan: klik. Kirim: klik. Bayar: klik.

Yang diperlukan secara fisik tinggalah diperlukan logistik. Orang desa bisa menjadi pelaku logistik itu.

Begitulah, ketika mendengar 80.000 KMP pikiran saya melayang ke skenario seperti itu. Entah betul atau tidak.  Jangan-jangan betul seperti itu. Atau tidak.(Dahlan Iskan)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES
- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments