LEBARAN dan liburan memang dua kata yang berima, keduanya kerap
dilakukan dalam satu waktu dengan keluarga tercinta. Namun, tidak semua umat
muslim bisa melaksanakan keduanya karena harus menunaikan tugas, tak kenal
apakah itu hari Lebaran atau liburan.
Sejumlah profesi terutama yang
erat kaitannya di bidang jasa, dituntut hadir dalam melayani masyarakat,
termasuk pilot dan pramugari saat frekuensi penerbangan meningkat. Salah satu
pilot yang bertugas dalam masa angkutan Lebaran ini adalah Pilot Batik Air
Captain Maherda Ekananda.
Dalam masa ramai (peak season) ini, hampir mustahil
baginya untuk libur karena kontribusinya dibutuhkan untuk mengantarkan para
pemudik ke kampung halaman. Ironi memang, mengantarkan pulang orang lain
sementara dirinya justru tidak bisa pulang, namun itulah risiko pekerjaan.
Ia juga mengaku tidak masalah
dengan risiko tersebut dan saat ini yang menginjak tahun ke delapan dalam
berkarier sebagai penerbang, baginya sudah biasa berlebaran di angkasa. Bahkan,
Captain Maherda pernah merasakan bermalam takbir di kesunyian langit saat harus
bertugas di malam Lebaran.
“Salah satu pengalaman paling
pertama itu malam takbir karena saya harus terbang sampai pukul setengah satu
pagi,†katanya. Meski harus berteman dengan kesunyian di angkasa yang luas,
justru itu adalah momentum yang sangat berkesan baginya dan membuat malam
takbir lebih hikmat.
“Malam takbir itu terasa berbeda,
biasanya bersahut-sahutan ramai, ini sepi tapi bisa lebih terasa hikmat,â€
ujarnya. Biasanya, Captain Maherda bisa mengoperasikan hingga empat penerbangan
dalam sehari, namun Ia bersyukur masih bisa menunaikan salat Ied di tengah
kesibukannya.
Dari segi beban tugas, Ia mengaku
tidak terlalu signifikan perbedaan antara masa ramai (peak season) Lebaran
dengan hari biasa karena faktor keselamatan tetap yang utama dan tidak boleh
berkurang sedikit pun (zero tolerance). Hanya saja, ketika berpuasa di bulan
Ramadhan, Ia harus lebih fokus dan waspada untuk memastikan tidak ada yang
berkurang dalam aspek keselamatan penerbangan.
“Biasanya awal atau pertengahan
puasa, tingkat ketelitian harus lebih tinggi karena orang berpuasa bisa
mengurangi fokus, jadi tingkat kewaspadaan bisa berkurang. Akan lebih banyak
orang yang lengah, sementara pekerjaan ini menuntut ketelitian tinggi. Jadi,
itu yang membedakan,†katanya.
Kendatipun rela tidak bertemu
dengan keluarga saat hari raya, Captain Maherda mengaku bangga bisa
mengantarkan penumpang bertemu dengan keluarganya. “Jadi kalau orang pada
mudik, kita sering nonton saja, tapi kita sudah biasa. Justru kalau mudik itu
suasananya lebih ceria mulai dari bandara, banyak anak-anak dan banyak yang
memakai baju bagus,†katanya.
Pengalaman menarik lainnya, yakni
Captain Maherda pernah menerbangkan full seat dengan 14 bayi dalam satu
penerbangan saat arus mudik Lebaran beberapa tahun lalu. “Jadi banyak sekali
terhitung 230 penumpang biasanya sehari-sehari hanya 215 penumpang,†katanya.
Berpisah buah hati Harus bertugas
di hari raya juga dialami Pramugari Garuda Indonesia Restu Utami Rosady, bahkan
ia harus meninggalkan buah hati kembarnya demi menunaikan tugas hingga tujuh
Juni mendatang.
Lebaran ini adalah pertama
kalinya Ia kembali ke kabin pesawat untuk melayani penumpang dalam penerbangan
setelah dua tahun sebelumnya cuti hamil dan melahirkan. “Dua tahun kemarin 2017
dan 2018, saya cuti hamil dan baru punya bayi jadi masih bisa Lebaran bareng
keluarga, tahun ini baru pertama terbang lagi,†katanya.
Untuk itu, suami berinisiatif
memboyong anaknya ke rumah orang tuanya di Makassar dan Restu baru bisa bertemu
pada H+3 Lebaran esok hari. Rasa sedih pun menyelimutinya yang harus
menghabiskan waktu Lebaran tanpa kehadiran keluarga.
“Sedih karena anak saya di luar
kota, sementara saya masih di sini, suami saya dinas di Makassar jadi dibawa ke
sana,†katanya. Namun, Ia menyadari bahwa berpisah dengan keluarga di hari raya
adalah risiko pekerjaanya.
“Namanya konsekuensi dari
pekerjaan kita ikut antar orang mudik, tapi kitanya enggak mudik siapa tahu
memang di situ pahalanya. Selama pekerjaannya masih di bidang jasa, apalagi ini
transportasi udara memang sudah risiko,†kata wanita yang sudah berkarier
menjadi pramugari sejak 2010 itu.
Namun, Restu mengaku bangga
menjadi bagian dari pihak yang berkontribusi agar mudik Lebaran berjalan dengan
lancar, sehingga penumpang bisa bertemu dengan keluarga di kampung halaman,
meskipun Ia harus menunda bertemu dengan buah hatinya.
“Rasa rindu dengan keluarga itu
terbayar ketika kita melihat mereka berpelukan di bandara dengan tawa dan
tangis. Saya mencoba memposisikan menjadi mereka, mungkin mereka sudah ‘saving
money’ berbulan-bulan biar bisa ketemu dengan keluarga,†katanya.
Restu pun mengaku sudah terbiasa
apabila ada perubahan jadwal secara mendadak karena kebutuhan penerbangan juga
meningkat di masa angkutan Lebaran ini di mana Garuda Indonesia harus mengatur
sekitar 5.000 pramugari.
Ia berpesan bagi seluruh personel
yang bertugas ketika Lebaran untuk bekerja dengan ikhlas apapun profesinya.
“Buat semua yang tidak mengenal tanggal merah, kita kerja ikhlas saja karena
tuntutan profesi, mungkin memang pahalanya di sini dan rejeki kita juga dari
sini, tetap semangat semuanya,†katanya.
Meskipun pada Lebaran tahun ini
jumlah penumpang pesawat diperkirakan menurun, namun Menteri Perhubungan Budi
Karya Sumadi menyebutkan masih ada pertumbuhan sekitar tiga persen.
Penurunan jumlah penumpang
pesawat karena adanya Tol Trans Jawa serta meroketnya harga tiket tidak membuat
operator penerbangan, baik bandara, navigasi maupun maskapai mengurangi
kesiapan dalam menghadapi Lebaran tahun ini.
Berdasarkan data Kemenhub, moda
transportasi yang mengalami kenaikan paling besar adalah bus, yakni 4,68 juta
penumpang, lalu kereta api sebanyak 6,45 juta penumpang, kapal laut sebanyak
1,08 juta penumpang, dan pesawat 5,78 juta penumpang.
Sedangkan kendaraan pribadi
seperti mobil diprediksi sebanyak 3,76 juta dan sepeda motor sebanyak 6,85
juta. Pada tahun lalu, pengguna mobil hanya sebanyak 3,19 juta dan pengguna
motor sebanyak 6,19 juta. (indopos/kpc)