Api Kecil Itu Pernah Menyala sebelum Bom Dijatuhkan
Lilin di tanganmu meleleh dan kita sama-sama tahu
Sebentar lagi tempat ini bakal sunyi seperti sisi belakang bulan
Sepasang api kecil dalam bola matamu padam
Tapi sesuatu akan menyala
Cahaya di ujung lorong menuju hati petapa
Di sana langit memerah setelah satu bom dijatuhkan
Pada sebuah kota dan menghapus warna-warna lain
Kecuali warna mimpi para prajurit yang berkilau di halaman museum
Kelak kita membacanya di bawah hari-hari yang dingin kelabu
Dengan kesedihan yang tak sempat mengucapkan selamat malam
00.02
—
Jendela Kamar Tahun 1939
Jendela kamar terbuka, udara duka mengeras
seperti lorong-lorong gang tahun 1939
Berpakaian ucapan selamat tinggal, kamerad
Aku sudah tanggal dan hanya gema kekosongan
Waktu larut ke dalam kabut kata
Maut mencari mata mana yang harus dikenang,
Masa muda yang berkelana atau lilin seusai perang.
22.42
—
Jalan Perang di Utara
Gunung itu jadi putih, seputih Santorini
Suara burung-burung terpendam di pusuknya
Hanya ada satu, satu orang pencari kayu
Yang pada lapang dadanya menjulang api neraka
Dan pertanyaan samawi tentang manusia pertama
’’Ke manakah aku?”
Anak tuhan yang mendaki jalan perang di utara.
02.15
—
Kita Akan Menjadi Putih, Anakku
Kita akan menjadi putih, anakku
Mengusapkan nama-nama nazi di bibir yang bergetah
Untuk sedadu keju berjamur dan roti yang tak pernah hangat
Musim perang masih panjang dan kita abadi di balik dinding ini
Menghitung peluru yang menggetarkan perut besi para pemimpin
Mengukur sejauh mana kedamaian tak diperlukan lagi
Kita akan menjadi putih, anakku
Lalu senantiasa menghadap kiri agar kepalamu tak ditandai kanselir
Selama matahari berwarna hitam dan kita berdiri tanpa bayangan
10.00
—
ROBBYAN ABEL RAMDHON, Aktif menulis sastra, esai, dan laporan jurnalistik. Turut bergiat di Komunitas Akarpohon Mataram.