PROKALTENG.CO – Tempat kerja saat ini menjadi arena pertemuan empat generasi dengan latar belakang nilai dan preferensi komunikasi yang berbeda. Dari Generasi Z yang dikenal dengan frasa gaul, hingga Generasi X yang masih menganggap awan sebagai benda halus di langit, dinamika ini menciptakan tantangan tersendiri. Sementara itu, Generasi Baby Boomer dan Milenial sering kali terlibat dalam perdebatan sengit mengenai keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan.
Dengan keragaman generasi tersebut, konflik di tempat kerja bukanlah hal yang mengejutkan. Mudah untuk menyalahkan perbedaan generasi ketika rekan kerja dari kelompok yang lebih tua atau lebih muda membuat frustrasi.
Namun, terkadang konflik yang terjadi lebih berkaitan dengan perbedaan kepribadian daripada perbedaan usia. Misalnya, seorang yang berkepribadian ISTJ yang taat pada aturan mungkin tidak sejalan dengan rekan kerja berkepribadian ENFP yang lebih fleksibel dalam manajemen waktu.
Berdasarkan kajian yang dilansir dari True You Journal, berikut adalah beberapa jenis konflik yang sering muncul di tempat kerja, baik sebagai konflik pribadi maupun antar generasi.
Kesehatan mental, termasuk kecemasan dan depresi, dapat memengaruhi siapa saja, tanpa memandang generasi. Namun, sikap terhadap pembicaraan mengenai kesehatan mental cenderung berbeda. Generasi Baby Boomer sering memandang topik ini sebagai hal yang tabu, berlawanan dengan Generasi Z yang lebih terbuka membahas isu tersebut.
Lebih dari separuh Gen Z merasa mampu mengidentifikasi masalah kesehatan mental, sementara hanya sepertiga Baby Boomer yang berpandangan serupa. Hal ini menunjukkan bahwa ketika rekan kerja yang lebih tua enggan berdiskusi tentang kesehatan mental, bisa jadi itu disebabkan oleh perbedaan generasi.
Di tempat kerja, sering kali muncul ketegangan akibat perbedaan gaya kerja. Beberapa rekan mungkin lebih suka berpindah dari satu ide ke ide lainnya, sementara yang lain lebih nyaman dengan pendekatan metodis dan terstruktur.
Gaya kerja yang berbeda ini tidak semata-mata merupakan masalah generasi, melainkan juga berkaitan dengan kepribadian. Mengikuti tes MBTI dapat membantu memahami cara kerja masing-masing individu, sehingga memudahkan dalam mencapai kompromi yang sehat.
Kebiasaan kerja yang kaku masih banyak dijumpai, terutama dari manajer yang lebih tua yang enggan mengizinkan kerja dari rumah atau fleksibilitas jam kerja. Generasi yang lebih tua umumnya dibesarkan dengan budaya kerja dari pukul 9 hingga 6, sedangkan generasi muda lebih nyaman dengan pengaturan kerja fleksibel.
Meski demikian, semakin banyak Baby Boomer dan Generasi X yang mulai menerima model kerja hybrid, meski ada yang masih kesulitan beradaptasi. Bagi Generasi Z, penting untuk berdiskusi dengan manajer mengenai kebutuhan akan fleksibilitas kerja.
Salah satu keluhan umum di tempat kerja adalah kurangnya pengakuan atas kerja keras. Survei menunjukkan bahwa sepertiga karyawan akan mempertimbangkan untuk pindah kerja jika merasa tidak dihargai. Namun, sering kali hal ini lebih berkaitan dengan perbedaan kepribadian.
Misalnya, seorang atasan dengan tipe kepribadian ENTJ mungkin lebih suka memberikan penghargaan secara langsung dan publik, sementara karyawan berkepribadian INFP lebih menghargai ucapan terima kasih yang bersifat pribadi. Ketidakcocokan dalam cara memberikan dan menerima penghargaan ini dapat memicu konflik di tempat kerja.
Dengan memahami bahwa konflik di tempat kerja sering kali merupakan hasil dari perbedaan generasi dan kepribadian, kita dapat lebih bijaksana dalam menjalin komunikasi dan kolaborasi. Mengedepankan empati dan keterbukaan dapat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan produktif. (pri/jawapos.com)