Seniman Mella Jaarsma kembali menghelat pameran tunggal. Bertajuk Performing Artifacts: Objects in Question, pameran yang berlangsung sejak 19 Oktober hingga 20 November di ROH Projects Gallery itu menampilkan 35 karyanya.
—
KARYA-karya ini merupakan hasil kerja Mella yang terentang lebih dari sedekade. Sejak 2010 sampai 2022. Beberapa karya pernah dipamerkan. Namun, beberapa karya lainnya baru pertama dipertontonkan kepada publik.
Pada pembukaan pameran pekan lalu (15/10), Mella menjelaskan bahwa karya-karya instalasinya berfokus pada bentuk keberagaman budaya dan ras yang melekat pada pakaian, tubuh, dan makanan.
Selain itu, Mella berusaha meramu pemahaman komprehensif terhadap struktur dan metodologi di balik cara kerjanya sebagai seorang seniman. Termasuk merentangkan jalan untuk melihat karyanya dari berbagai sudut pandang berbeda.
”Kebanyakan karya saya di sini memang menceritakan hasil observasi. Membicarakan beragam subjek yang berkaitan dengan sejarah, antropologi, dan kolonialisme,” jelas perempuan kelahiran Emmeloord, Belanda, 62 tahun silam, tersebut.
Beberapa judul karya Mella di ROH Projects Gallery adalah Sawyer’s Dust (Ikan Gergaji), Pertama Ada Hitam, dan I Owe You. Kemudian, ada A Blinkered View – High Tea Low Tea dan Pure Passion – After Murni.
Khusus Ikan Gergaji merupakan karya terbaru Mella. Karya Ikan Gergaji, menurut dia, merupakan salah satu ide untuk mengingat kembali ikan gergaji. Sebab, ikan gergaji saat ini memang sudah punah dan kali terakhir terlihat di sebuah danau di Sentani, Papua, pada 1974. Karena alasan itu, dia akhirnya tertarik menelusurinya.
”Saya riset dan cari-cari di toko antik di Jalan Surabaya (Jakarta) ini. Saya tanya semua toko di sana dan akhirnya ketemu. Jadi, ada yang masih menyimpan artefaknya. Padahal, ikan gergaji itu terakhir terlihat pada 1974,” jelas Mella.
Mella juga terinspirasi dari Pak Agus Ongge yang selalu melukis ulang ikan gergaji. ”Karena itu, saya pikir sangat menarik. Sebab, kita sebagai seniman kontemporer selalu harus baru ya. Motif lukisannya (Pak Agus Ongge, Red) itu juga ada, ikut saya tampilkan. Yakni, Pertama Ada Hitam,” ungkap Mella.
Kemudian, I Owe You atau pakaian kulit pohon, lanjut Mella, merupakan karyanya yang mengangkat dunia pertekstilan di Indonesia. Menurut Mella, terkait dengan tekstil atau baju yang dibahas di Indonesia selalu batik. Padahal, sejak ratusan tahun lalu orang Indonesia mengenakan bark cloth atau baju kulit kayu. Jika digali, tentu hal tersebut sangat menarik.
”Untuk karya I Owe You, saya riset sejak 2017. Tepatnya saat saya mendapat residensi di Wina, Austria. Di sana ada tumpukan baju dari Indonesia yang sudah berabad-abad lamanya disimpan. Artinya, dulu mereka membawa baju kulit kayu dari Indonesia dan dikirimkan ke sana. Baik oleh misionaris maupun lainnya,” ujar Mella.
Karya A Blinkered View – High Tea Low Tea mengenai teh Indonesia. Karya itu pun dibuat berdasar hasil penelitiannya tentang teh di Lembang, Jawa Barat. Menurut dia, teh asli Indonesia yang halus dan bagus diekspor ke luar negeri. Termasuk ke Belanda. Teh yang kasar atau jelek malah dipasarkan untuk konsumen dalam negeri. ”Jadi, kondisi sekarang itu masih persis kayak zaman kolonial,” kata Mella.
Karya Pure Passion – After Murni, jelas Mella, mengisahkan seorang pelukis perempuan asal Bali dan sudah meninggal. Karya tersebut terinspirasi dari lukisan kecil yang dia beli saat diundang pameran di Bali. Yaitu, lukisan yang menampilkan tubuh seorang perempuan yang sedang menyusui dua ekor ikan.