Konten dari halaman ini Bahlil: Jangan Ajari Kami Hilirisasi dan Energi Hijau - Prokalteng

Bahlil: Jangan Ajari Kami Hilirisasi dan Energi Hijau

- Advertisement -

PROKALTENG.CO – Kebutuhan investasi untuk hilirisasi industri nasional hingga 2040 tak sedikit. Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebutkan, setidaknya mencapai USD 545,3 miliar atau Rp 8.126 triliun yang terbagi dalam 8 sektor prioritas. Yaitu, mineral, batubara, minyak, gas bumi, sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.


Sejak 2019 hingga 2022, investasi di sektor industri logam dasar dan barang logam menunjukkan tren peningkatan hingga 177,9 persen. Dari Rp 61,6 triliun menjadi Rp 171,2 triliun. Sektor lain yang menjadi primadona selama 2022 adalah pertambangan, transportasi, gudang dan telekomunikasi, perumahan dan kawasan industri, serta industri kimia dan farmasi.

Bahlil mengatakan, pemerintah akan melakukan penghentian ekspor listrik dengan energi baru terbarukan (EBT). Target di 2025, energi baru terbarukan Indonesia mencapai 25 persen dari total pemakaian energi. Oleh sebab itu, penggunaan energi baru terbarukan harus dioptimalkan di dalam negeri.

Selain itu, terdapat sejumlah peluang investasi dari program hilirisasi sumber daya alam menjadi komoditas bernilai tambah. Antara lain adalah pengolahan nikel menjadi baterai kendaraan listrik, gasifikasi batubara menjadi dimetil eter (DME), pengolahan gas alam menjadi methanol dan pupuk, serta hilirisasi sektor pangan.

“Komitmen pemerintah mendorong hilirisasi sumber daya alam akan menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai kendaraan listrik,” ungkapnya dalam Investment Day di Auditorium Plaza Mandiri, kemarin (2/2).

Sejumlah rencana investasi terkait hal tersebut di antaranya pembangunan industri baterai terintegrasi oleh LG sebesar USD 9,8 miliar dan Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) sebesar USD 5,2 miliar. Selain itu, Foxconn juga akan membangun industri baterai dan kendaraan listrik, termasuk industri pendukungnya dengan investasi USD 8 miliar.

Dalam kesempatan itu, Bahlil meminta Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa tak ikut campur dan banyak komentar terkait hilirisasi dan energi hijau. “Kalian negara yang hutannya sudah habis jangan mengajari kami mengatur lingkungan di Indonesia,” tegasnya.

Menurut dia, pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi saat ini tak lepas dari ulah negara maju seperti AS dan Uni Eropa. Mengingat, dulu mereka gencar melakukan industrialisasi dan mengabaikan kondisi lingkungan. Termasuk hutan.

Kini, Indonesia tengah merealisasikan energi hijau melalui hilirisasi. Seperti melarang ekspor bijih mentah nikel. Dengan tujuan agar tidak terjadi penambangan ilegal yang justru merusak lingkungan. Namun, justru negara maju justru menghalang-halangi.

“Kami lebih tahu itu. Dan saya sudah berkomitmen bagaimana menjaga lingkungan. Maka kami melaksanakan hilirisasi. Misalnya, agar tidak jadi ilegal mining. Tapi apa yang terjadi? Uni Eropa bawa kami ke WTO, nikel dipermasalahkan. Saya rasa ini tidak masuk akal,” bebernya.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi berkomitmen mengembangkan ekosistem pembiayaan berkelanjutan dari hulu ke hilir. Serta framework environmental, social and governance (ESG) yang mengacu pada best practices. Sepanjang 2022, pembiayaan hijau Bank Mandiri mencapai sebesar Rp 106 Triliun atau sekitar 11,4 persen dari portfolio pembiayaan.

“Sejalan dengan kebijakan pemerintah, perkembangan trend global dan untuk terus relevan dengan kebutuhan masyarakat, akan terus mengembangkan inisiatif dari sisi digital maupun sustainability,” ucap Darmawan.

Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur (BI KPW Jatim) Deputi BI Muslimin Anwar mengatakan, Jatim juga perlu mencari pendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Meski kekuatan industri pengolahannya hanya kalah dengan Jawa Barat, ekonomi Jatim masih mengandalkan komoditas mentah.

Hal tersebut tercermin dari ekspor luar negeri Jatim yang masih didominasi oleh komoditas serta produk primer. Kontribusi dari dua kelompok tersebut mencapai 57 persen dari total ekspor di provinsi. Sedangkan, kontributor terbesar kedua merupakan produk manufaktur dengan teknologi rendah dan menengah mencapai 41,34 persen. ’’Itu artinya, harus ada upaya hilirisasi untuk bisa memperbaiki kondisi tersebut. Sehingga, perkembangan kita tak terbatas,’’ paparnya.

Dia mengaku memetakan sekitar tujuh kelompok ekonomi yang berpotensi tinggi jika mendapatkan investasi. Antara lain, industri pengolahan kelapa sawit; industri karet dan produk turunan; industri petrokimia; industri besi baja dan logam dasar; jasa angkutan air; jasa angkutan udara; serta jasa listrik gas dan air bersih. Menurutnya, tujuh sektor tersebut punya keterkaitan kuat antara hulu dan hilir.

Dalam lima tahun sendiri, industri pengolahan masih menjadi penyumbang PDRB terbesar dengan kontribusi sebanyak 30,25 persen, Jika dirinci, lima subsektor industri pengolahan terbesar adalah industri makanan dan minuman dengan kontribusi mencapai 11,43; industri pengolahan tembakau 6,41 persen; indusrti kimia farmasi dan obat tradisional 2,8 persen; industri logam dasar 1,53; dan industri karet dan barang dari kertas 1,51.

‘’Jatim sendiri punya 10 kawasan industri yang sudah beroperasi. Tugas semua pemangku kepentingan adalah bagamana memaksimalkan fasillitas yang sudah ada sehingga investasi terus tumbuh,’’ paparnya.

Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Adhy Karyono menambahkan, pertumbuhan investasi di Jatim sebenarnya sudah memuaskan. Tahun lalu, pihaknya mencatat penanaman modal di Jatim sudah mencapai 110,3 triliun. Meningkat 38,8 persen dibanding realisasi tahun sebelumnya.

Pertumbuhan tersebut sudah didorong oleh penanaman modal asing yang tumbuh sebesar 66,7 persen. Dari Rp 27 triliun pada 2021 menjadi 45 triliun pada 2022. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri (PMDN) tumbuuh 24,5 persen. Dari Rp 52,5 triliun menjadi 65,4 persen.

’’Tahun lalu, investasi terbesar ada di sektor pertambangan dengan nilai Rp 19,8 triliun alias 18 persen dari total penanaman modal. Kemudian, sektor makanan minuman yang mencapai Rp 14 triliun alias 13 persen. Disusul oleh sektor perumahan dan kawasan industri, transportasi, dan logam dasar yang kontribusinya masing-masing sembilan persen,’’ jelasnya.  

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments