Konten dari halaman ini Memahami Sejarah Aborigin Lewat Seni - Prokalteng

Memahami Sejarah Aborigin Lewat Seni

- Advertisement -

AURA MISTIS langsung terasa saat memasuki instalasi seni video berjudul Walking Through a Songline. Dari ruang gelap, terdengar alunan bebunyian alat musik suku Aborigin yang beriringan dengan video yang menampilkan gradasi warna indah dan berubah setiap saat.

Video tersebut berdurasi sekitar enam menit. Untuk menikmati sensasinya, setiap segmen dibatasi. Hanya dapat diikuti tujuh sampai delapan orang. Tujuannya, suguhan karya itu dapat lebih intim dirasakan.

Dalam video enam menit tersebut, diilustrasikan perjalanan suku Aborigin dari Selat Torres. Kelompok yang menjadi leluhur bangsa Australia.

Walking Through a Songline menggambarkan pengalaman seperti sedang hanyut dalam sebuah lagu. Visualisasinya memperlihatkan sebuah pergantian kondisi seiring perubahan wilayah di seluruh Benua Kanguru tersebut. Aktivitas mereka terekam dalam karakteristik-karakteristik wilayah. Misalnya, komposisi bebatuan, kubangan air, dan langit malam.

Semua keindahan visualisasi Songline bisa dirasakan para pengunjung pameran yang digelar di Museum Sejarah Jakarta bulan lalu. Selain Jakarta, pameran itu berlangsung di kota lain di Indonesia. Misalnya, Surabaya, Makassar, dan Bali.

Pameran itu adalah bagian dari perayaan Pekan NAIDOC (Komite Nasional Hari Aborigin dan Kepulauan) 2023. NAIDOC diperingati Australia pada setiap Juli untuk merayakan sejarah, budaya, dan pencapaian penduduk asli Aborigin.

’’NAIDOC adalah kesempatan bagi kita untuk mempelajari budaya dan warisan penduduk asli Australia,’’ kata Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams.

Dalam perjalanan suku Aborigin, Songline biasa disebut dengan jalur dreaming yang digunakan para leluhur. Jalur itu merupakan rute yang dipakai para leluhur melintasi seluruh wilayah Australia. ’’Songline adalah rute pengetahuan yang melintasi benua dan membentuk sejarah fundamental Australia,’’ terang Penny.

Songline juga menjelaskan penciptaan dan meneruskan nilai-nilai budaya, termasuk peraturan perilaku dan cara hidup berkelanjutan di Benua Australia masa lampau. Seperti yang dilakukan suku Aborigin selama ribuan tahun.

Dengan menyelamatkan informasi tersebut ke dalam cerita karya seni, Songline akan tetap dikenang dari generasi ke generasi. ’’Pameran ini mengajak kita dalam perjalanan multisensori sambil mengikuti jejak langkah penduduk asli Australia,’’ kata Penny.

Instalasi video Songline sendiri digarap para seniman Australia lewat Museum Nasional Australia. Pameran di Indonesia itu bukan yang pertama. Sebelumnya, karya tersebut juga dipamerkan di Vietnam. Pameran Walking Through a Songline di Indonesia bagian dari pameran yang telah diakui secara internasional, yakni Songlines: Tracking the Seven Sisters. ’’Para pengunjung (di Indonesia) memiliki kesempatan unik mendalami pengetahuan kuno dengan menggunakan teknologi modern,’’ kata Penny.

Sekretaris Dinas Kebudayaan Pemprov DKI Jakarta Imam Hadi Purnomo mengapresiasi pemilihan Jakarta sebagai salah satu lokasi pameran. Bagi dia, itu menjadi kesempatan baik bagi warga Jakarta.

’’Warga bisa lebih tahu tentang sejarah kehidupan Australia,’’ ujar Imam Hadi. Menurut dia, itu juga menambah perspektif dalam melihat sejarah.

Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta Sri Kusumawati menambahkan, minat warga terhadap pameran Songline cukup besar. Dalam sehari, pameran itu bisa menyedot 2 ribu–3 ribu pengunjung. (far/c7/dra)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments