Konten dari halaman ini Menakar Peluang Empat Capres-Cawapres

Menakar Peluang Empat Capres-Cawapres

- Advertisement -

BERGABUNGNYA PKB ke gerbong pengusung Anies Baswedan sebenarnya bukan hal yang mengejutkan. Sejak peresmian koalisi gemuk pendukung Prabowo, PKB sudah meradang. Masuknya Golkar dan mencuatnya nama Airlangga Hartarto dan Erick Thohir sebagai ”kandidat cadangan” calon wakil presiden Prabowo membuat Ketum PKB Muhaimin Iskandar merasa pupus peluangnya menjadi cawapres.

Puncaknya, ketika Prabowo mengumumkan perubahan nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju (KIM), PKB menemukan momentum untuk berdansa dengan partai lain. Rabu lalu, di Nasdem Tower, Muhaimin bertemu Surya Paloh.

Ketua umum Partai Nasdem itu kabarnya juga sedang jengah seusai pertemuan Tim 8 dengan SBY dan AHY. Pesan yang didapat dari Cikeas adalah desakan agar pasangan Anies-AHY segera dideklarasikan pada awal September. Demokrat beralasan butuh waktu secepatnya untuk memasuki gelanggang agar segera fokus melakukan upaya pemenangan. Ibarat gadis, pemilik 54 kursi DPR itu butuh segera mendapat kepastian apakah jadi dipinang atau ditinggalkan.

Di lain pihak, Nasdem sebagai pengusung utama Anies Baswedan ingin mengulur waktu deklarasi siapa pasangan cawapres Anies Baswedan selama mungkin. Kalau perlu sampai hitungan jam sebelum deadline pendaftaran capres-cawapres ke KPU pada Oktober mendatang. Strategi pemenangan membutuhkan kepastian siapa pemain di kubu lawan. Lapangan masih becek, koalisi masih sangat cair, siapa pun bisa tergelincir dari kandidat capres-cawapres.

Satu event yang ditunggu adalah putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia capres-cawapres. Putusan MK itu akan menentukan, apakah Gibran Rakabuming Raka dapat menjadi cawapres Prabowo atau terpaksa menggunakan pemain cadangan: Airlangga atau Erick Thohir.

Di kubu Ganjar, siapa cawapres Prabowo juga akan menentukan siapa cawapresnya: apakah Sandiaga Uno atau Ridwan Kamil atau kandidat lainnya. Kini, setelah Anies menggandeng Muhaimin (117 kursi), kubu Ganjar Pranowo dan Prabowo akan lebih mudah menghitung peluang dan menggelar strategi pemenangan.

PPP dan Sandiaga Uno yang sebelumnya berharap dipinang Ganjar juga memiliki opsi yang menarik: paket Sandiaga Uno-AHY atau AHY-Sandiaga Uno. Mereka dapat maju bila didukung koalisi PPP, PKS, dan Demokrat (123 kursi DPR). Syarat partai atau gabungan partai untuk dapat mengajukan capres-cawapres di Pemilu 2024 minimal 115 kursi DPR.

Karena itu, posisi PKS menjadi krusial bagi pasangan Sandi-AHY atau AHY-Sandi. Bila PKS tetap pada keputusannya untuk mendukung Anies, pasangan Sandi-AHY atau AHY-Sandi sulit terwujud (73 kursi DPR) sehingga Demokrat mungkin terpaksa mendukung Ganjar Pranowo atau Prabowo tanpa konsesi kursi cawapres.

Peluang terbesar Demokrat adalah bergabung ke koalisi pengusung Ganjar. Pembicaraan teknis tim di belakang layar dan pertemuan AHY-Puan juga sudah dilakukan. Inilah indahnya politik: seni mengolah peluang.

Satu hal yang pasti, Ganjar yang menguasai Jateng (28,2 juta) dan Bali (3,2 juta) untuk memastikan kemenangan membutuhkan dukungan suara Jawa Barat. Jumlah pemilih di Jawa Barat terbesar di Indonesia, lebih dari 35,7 juta jiwa. Figur yang berlatar belakang Jawa Barat akan membantu memecah suara pemilih yang secara tradisional dikuasai Golkar dan PKS.

Karena itu, nama Ridwan Kamil mengapung sebagai kandidat cawapres Ganjar, bukan saja karena punya modal suara 7 juta jiwa di Pilkada Jabar 2018, namun juga tambahan suara yang dibawanya setelah lima tahun memimpin Jawa Barat.

Anies yang diprediksi kuat di DKI Jakarta (8 juta suara) membutuhkan Jawa Timur (31,4 juta pemilih) agar bisa memiliki peluang. Karena itu, Anies aktif bergerak di Jatim dan secara terbuka menyampaikan ingin menggandeng orang berlatar belakang Jawa Timur sebagai pasangan. Banyak yang menafsirkan Yenny Wahid, Khofifah, dan tentu saja AHY. Namun, rupanya, itu sinyal untuk menggoda Muhaimin Iskandar dan PKB.

Anies yang mendapat banyak simpati dari warga Muhammadiyah, salah satunya karena dukungan Partai Ummat, membutuhkan suara warga Nahdlatul Ulama dan pemilih PKB. Meski di pucuk pimpinan PBNU saat ini terjadi ”diskusi’ PKB, fungsionaris PKB masih menguasai kepemimpinan di PCNU dan PWNU di Indonesia.

Karena itu, dapat dimaklumi bila Nasdem cenderung ingin mengawinkan suara warga Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama kultural dengan mengawinkan Anies-Muhaimin. Kita tunggu apakah muncul cawe-cawe dari Pak Lurah Kuningan Persada merespons pengantin baru ini. (*)

 

*) Ibnu Yunianto, pemimpin redaksi Jawa Pos Koran

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments