Konten dari halaman ini Pameran Presiden Alternatif: Doa Pemilu Damai dan Bahagia - Prokalteng

Pameran Presiden Alternatif: Doa Pemilu Damai dan Bahagia

- Advertisement -

DARI ruang pameran kolaborasi Presiden Alternatif: Doa Pemilu Damai dan Bahagia, Sujiwo Tejo dan Nasirun merespons isu paling kontemporer sekaligus paling hangat. Yakni, pemilihan umum (pemilu). Di mata mereka, pemilu tak hanya dilihat sebagai adu menang para calon, tetapi juga sebuah perayaan yang penuh semangat.

Sujiwo Tejo dan Nasirun adalah dua seniman yang sangat serupa, tetapi sekaligus berbeda. Keduanya sama-sama menggali ide karya dari budaya Jawa. Namun, cara mereka mengonstruksi ide sangat berbeda. Perbedaan dan persamaan itu tertuang dalam 50 karya yang ditampilkan dalam pameran Presiden Alternatif: Doa Pemilu Damai dan Bahagia di Bentara Budaya Jakarta pada 1–9 September.

Kurator Dr Mikke Susanto mengungkapkan, Sujiwo Tejo cenderung menggunakan budaya dan tradisi dalam konteks penanda peristiwa. Sementara, Nasirun menyampaikan nilai budaya Jawa sebagai sarana perenungan. Sebagai seniman, keduanya pun sangat berbeda. Sujiwo tampil dengan topi lakennya, sedangkan Nasirun dengan peci lukis.

”Sebagai seniman, Sujiwo Tejo sangat dekat dengan politik. Sementara, Nasirun yang seniman totok dekat dengan masyarakat,” jelas Mikke. Menurut Mikke, kolaborasi keduanya ibarat pertemuan rel kereta. ”Seiring, sejajar, bisa disebut tidak pernah bertemu walau bisa juga disebut sejatinya selalu bertemu,” papar associate professor ISI Jogjakarta tersebut.

Penggarapan karya dimulai pada 2022. Awalnya, ide kolaborasi lahir dari obrolan Sujiwo Tejo dan Agus Noor sebelum mereka bertemu dengan Nasirun. Kerja sama itu lantas terjadi pada 2022 di studio Nasirun di Bayeman, Jogjakarta. Nasirun bersama Sujiwo Tejo membuat pertunjukan melukis bersama yang disaksikan secara luring dan daring, disambi dialog bersama budayawan, selama 24 jam.

Presiden Alternatif

Proses itu ditayangkan via YouTube dan bisa dinikmati hingga kini. Dari aspek manajemen seni, papar Mikke, pameran hybrid tersebut berbeda dengan kebiasaan yang ada. Tahap demi tahap dipertontonkan kepada publik. Umumnya, tahap penggarapan karya ”dirahasiakan” dan penikmat seni hanya melihat hasil akhirnya di pameran.

Mikke menilai, pertunjukan proses itu merupakan poin penting. Nasirun dan Sujiwo Tejo adalah ”presiden alternatif” yang meniadakan kemenangan antar keduanya. ”Mereka terus berkolaborasi. Kalau diperhatikan, di lukisan-lukisan mereka 50:50, tidak ada yang lebih dominan,” tegas Mikke.

Meski demikian, tajuk pameran Presiden Alternatif tak serta-merta merujuk kepada Sujiwo Tejo dan Nasirun. ”Yang mungkin bisa ditafsirkan dari itu, presiden jangan cuma satu-dua. Banyak-banyak lah supaya kita punya banyak alternatif dan memetik banyak hal dari pemilu ini,” ujar kurator yang juga menulis Mengapa sih Lukisan Mahal? tersebut.

Kolaborasi dua seniman yang berbeda, tapi bersama itu melahirkan 50 lukisan yang sangat beragam. Sujiwo Tejo dan Nasirun merespons peristiwa politik dalam karya monokrom hingga penuh warna. Keduanya juga gamblang menampilkan para pelakon politik.

Di Bumi Gonjang-ganjing, misalnya, mereka menggambarkan pewayangan dengan lakon presiden dan para calon presiden beserta calon wakilnya. ”Siapa dalangnya? Semua kembali lagi ke Anda,” kelakar Sujiwo Tejo.

Selain itu, Nasirun dan Sujiwo menampilkan potret diri mereka. Baik sebagai ”pasangan” calon presiden dan wakil maupun dua lakon yang saling beradu. Di Hil-Hil yang Mustahal, Sujiwo Tejo –yang digambarkan sebagai Cakil dengan memakai topi laken– berangkulan dengan Arjuna, yang mewakili Nasirun. Keduanya kompak mengacungkan dua jari perlambang damai. ”Meski, di cerita pewayangan keduanya selalu bertengkar, di sini terjadi hal yang mustahil. Mereka bisa berangkulan dan jalan bersama,” jelas Nasirun(fam/c14/dra/hnd)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments