Melihat Aktivitas Perajin Tikar Purun di Seruyan

- Advertisement -

Meski
sedikit kesulitan untuk pemasarannya, namun tidak menyurutkan semangat ibu-ibu
di Desa Pematang Panjang, Kecamatan Seruyan Hilir Timur untuk menganyam tikar
dengan bahan baku purun. Karena kerajinan tangan tradisional itu sudah
dilakukan turun temurun untuk melestarikan tradisi keluarga.

BAHTIAR
EDY FAISAL, Kuala Pembuang

SUDAH
puluhan tahun warga Desa Pematang Panjang di Kabupaten Seruyan menggeluti
profesinya sebagai perajin anyaman tikar purun. Aktivitas itu merupakan tradisi
keluarga yang terus dilestarikan hingga saat ini.

 Salah satunya adalah Rusnawiyah alias Irus. Ibu
empat anak ini mengaku dari kecil sudah bisa menganyam tikar dengan bahan dasar
purun. Saat ditemui Rabu pagi (15/5), perempuan 43 tahun itu sedang melakukan
aktivitas kesehariannya bersama ibu-ibu lainnya. Yaitu menganyam tikar purun.

Sebelum
menganyam, langkah awal menyiapkan purun untuk diolah menjadi tikar. Juga ada
pohon kelapa yang akan digunakan sebagai alat penggiling purun. Fungsinya untuk
menghaluskan purun yang awalnya masih bulat. Sehingga purun yang beli dengan
harga Rp 6.000 perikat dari masyarakat itu bisa dibuat lebih halus. Setelah itu
didiamkan selama dua hari hingga bisa digunakan untuk bahan baku anyaman tikar.

Ibu
yang kerap dipanggil Irus itu bercerita sambil tangan kanannya memegang besi
pegangan penggiling dan mengayunkan penggiling dari kanan ke kiri, dan
sebaliknya tangan kiri mendorong purun yang digiling.

“Purun
dibeli sama warga Rp 6.000 satu ikat. Setelah kering digiling dulu sampai halus.
Nanti setelah halus didiamkan sampai satu dua hari baru bisa anyam untuk
membuat tikar,” kata Irus kepada Kalteng Pos.

Untuk
jenis kerajinan yang dibuat biasanya tikar purun dengan harga Rp 15 ribu satu
lembar yang panjangnya sekitar 1,8 meter. Juga tas ramah lingkungan yang biasa
untuk memuat barang belanjaan dari pasar sekitar Rp 5.000 untuk yang besar.
Yang kecil Rp 4.000.

Dalam
sehari, lanjut Irus, hanya bisa menghasilkan dua lembar tikar. Karena aktivitas
itu dia lakukan sambil mengurus anak-anaknya. Menurut dia, dalam dua jam bis
amembuat satu tikar purun. “Satu lembar tikar purun 15 ribu rupiah biasa
dijual ke pasar. Tapi ada juga yang beli ke sini,” ujarnya.

Irus mengaku,
keahlian menganyam tikar itu dia pelajari dari orang tua, dan sudah turun
terumurun dilakukan oleh orang tua sebelumnya. “Sudah turun-temurun dari
orang tua kami. Dari kecil dulu pulang sekolah, tikar ini aja yang kami
mainkan,” akuinya. (*)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments