Gen-Z Belajar Tanpa Sekolah: Efektif atau Tidak

- Advertisement -

DEWASA ini pandemi Covid-19 masih melanda di Indonesia, fenomena tersebut memaksa kita untuk hidup berdampingan dengan Covid-19. Sebagian besar aktivitas masyarakat beralih menggunakan platform daring. Kondisi ini tidaklah mudah terutama pada lembaga pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan agar tetap memaksimalkan pendidikan, salah satunya dengan melakukan pembelajaran jarak jauh.

Pembelajaran jarak jauh menimbulkan banyak pro dan kontra, terutama pada anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini karena keterbatasan dalam menggunakan elektronik seperti laptop, handphone, komputer, dan belum lagi jika terkendala jaringan. Dalam situasi seperti ini orang tua justru berperan menjadi guru sekolah di rumah, karena orang tua ikut serta mendampingi anak dan memahami materi pembelajaran dari rumah. Pada akhirnya tujuan pendidikan dan fungsi sekolah untuk menciptakan proses pembelajaran dengan interaksi langsung antara guru dan siswa tidak tercapai.

Pembelajaran secara daring memang tidak mudah dilakukan, apalagi jika sasarannya adalah anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Sulistya yang merupakan orang tua siswa mengaku mengeluhkan pembelajaran secara daring, karena pembelajaran yang semula  dilakukan di ruang kelas dialihkan ke jejaring sosial (Zoom, Goggle Meet, Goggle Classroom). Selain membengkaknya pengeluaran uang untuk membeli paket internet, kontrol orang tua untuk memotivasi semangat belajar anak juga diperlukan agar anak tidak lengah dan tidak tertinggal dalam mengikuti proses pembelajaran secara daring. Karena jika level pemahaman dan hasil pembelajaran itu tidak tercapai, proses pembelajaran daring menjadi kurang efektif.

Lain halnya dengan salah satu mahasiswi asal Semarang yang mengaku bahwa saat melaksanakan pembelajaran jarak jauh tidak mengalami banyak kendala, asalkan paket internet dan sinyal stabil proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan efisien.

Sebenarnya keefektifan pembelajaran secara daring tergantung dari siapa yang menjadi sasarannya dan tergantung dari keseriusan setiap individu yang menjalankannya. Jika mahasiswa yang menjadi sasarannya, mungkin saja hal ini efektif. Terlepas dari pemahaman pengunaan teknologi yang terampil, mahasiswa sudah mampu mencerna seperti apa itu pembelajaran secara daring. Namun berbeda dengan anak yang masih memerlukan pendampingan saat melakukan pembelajaran secara daring, contohnya anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Karena pada kenyataannya orang tua tidak hanya berperan sebagai guru di rumah, tetapi juga berperan sebagai siswa.

Melihat  kondisi sekolah di masa pandemi Covid-19 sangat memprihatinkan, banyak anak yang kehilangan masa belajar nya saat duduk dibangku sekolah, hal ini berpengaruh kepada pembentukan karakter anak. Selain itu banyaknya kasus anak yang putus sekolah ditambah melonjaknya kasus pernikahan dini di masa Covid-19.

Setelah melihat situasi perkembangan Covid-19 di berbagai daerah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Nadiem Makarim mengizinkan sekolah dan universitas untuk melakukan pembelajaran tatap muka terbatas di wilayah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1 hingga 3 dengan protokol kesehatan yang ketat. Sedangkan wilayah yang masih berada di level 4 tetap melaksanakan pembelajaran secara daring.

Sejatinya banyak peserta didik yang merindukan sekolah dan memilih untuk melaksanakan pembelajaran secara tatap muka daripada pembelajaran jarak jauh. Mungkin bagi masyarakat perkotaan tidak menjadi masalah ketika melaksanakan pembelajaran jarak jauh karena sinyal dan jaringannya mendukung. Namun, berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dimana kondisinya tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran secara daring.

Mengingat kondisi sinyal dan jaringan di Indonesia masih belum merata, sehingga menimbulkan ketimpangan sosial. Hal ini dapat menjadi tolok ukur sekolah maupun universitas untuk memprioritaskan melaksanakan pembelajaran tatap muka bagi masyarakat yang tinggal di daerah dengan kondisi tidak memungkinkan untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh.

Seperti kutipan yang sering kita dengar bahwa “belajar dapat dilakukan di mana saja”, hal ini sejalan dengan fungsi sekolah yang bertujuan untuk menciptakan tujuan pendidikan yang memanusiakan manusia, tidak membatasi waktu, tempat, bentuk, dan aturan siswa dalam belajar. Hal ini dapat menjadi bahan kajian dalam merumuskan fungsi sekolah terutama pada universitas setelah masa pandemi Covid-19. (*)

(QORY SATITI MAHANANI. Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang, Prodi Akuntansi)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments