Konten dari halaman ini Investasi Bodong dan Pinjaman Online

Merdeka dari Investasi Bodong dan Pinjaman Online

- Advertisement -

BERBAGAI kasus investasi bodong (inbod) hingga pinjaman online (pinjol) ilegal menyeret perempuan sebagai korbannya dan terus berulang. Kasus terkini misalnya yang terungkap dalam rapat Komisi III DPR pada 12 April lalu. Saat itu, Sri Hartiningsih mengaku rugi Rp 400 juta dari investasi bodong budi daya lebah. Deretan kasus lain dengan mudah ditemukan.

Meski sudah ada Satgas Waspada Investasi sejak 2013 dan selalu diperbarui keberadaannya melalui keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan (OJK), masih ada saja kasus-kasus inbod. Selain inbod, yang juga memprihatinkan adalah kabar korban pinjol yang mengalami stres, gangguan jiwa, dan harus menjual sebagian hartanya untuk menutup bunga yang tinggi.

Pada peringatan Hari Kartini dan Hari Konsumen Nasional, persoalan-persoalan itu perlu mendapat perhatian lebih agar tak berulang. Mengapa kasus-kasus tersebut kembali terjadi? Ini merefleksikan bahwa masyarakat mudah tergoda untuk meraih keuntungan dalam waktu singkat yang tidak rasional. Apakah mereka tidak dapat berpikir rasional, tidak memiliki literasi keuangan yang cukup, atau karena pengendalian diri yang rendah, tuntutan gaya hidup, dan nafsu untuk memburu untung besar?

Menurut Eko Novi Ariyanti, pelaksana tugas asisten deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada acara Media Talk 3 Februari 2023, sebagian besar korban pinjol adalah perempuan. Salah satu penyebabnya adalah literasi finansial perempuan relatif lebih rendah.

Juga, tingkat pengendalian diri yang rendah dalam perilaku pengambilan keputusan. Jadi, meskipun literasi keuangannya baik, tetapi jika diikuti dengan pengendalian diri yang rendah, maka mereka nekat berutang. Yang penting, keinginannya terpenuhi.

Persoalan itu juga tidak terlepas dari peran perempuan yang cukup besar dalam rumah tangga. Meskipun sebagian bukan pencari nafkah utama, perempuan berperan dalam mengatur dan mengelola keuangan keluarga. Ibu-ibu yang memegang sejumlah uang itu berharap kondisi ekonomi rumah tangganya lebih baik.

Mereka pun berupaya menginvestasikan dananya pada jenis investasi yang menawarkan keuntungan tinggi. Di sisi lain, ibu-ibu yang ekonominya pas-pasan mencari jalan keluar untuk anak-anaknya dengan pengetahuan dan pengalaman yang ada. Dan, terkadang mereka tidak berpikir panjang.

Dari perspektif perilaku belanja, survei I-Price yang dimuat databoks.katadata.co.id menunjukkan bahwa pada 2020 ke 2021 terdapat peningkatan jumlah perempuan yang berbelanja online sebesar 53 persen dari sebelumnya 51 persen.

Gaya hidup flexing dan keinginan update status dengan berpenampilan yang selalu mengikuti tren itu menuntut mereka untuk membeli barang-barang yang diinginkan, bukan yang dibutuhkan. Kemudahan mendapat pinjaman dan pembayaran dalam bentuk pay later mempermudah perempuan berbelanja barang-barang tersebut.

Tidak ada yang salah dengan pinjol maupun pay later. Keduanya sebenarnya bukan sesuatu yang negatif. Produk itu dirancang untuk melayani kebutuhan masyarakat ketika mengalami kesulitan keuangan dengan cara mudah, praktis, dan efisien. Sayang, pengetahuan tentang karakteristik produk dan literasi keuangan yang kurang memadai membuat perempuan tidak selektif dan tidak mempertimbangkan manfaat serta kerugiannya.

Akibatnya, mereka menjadi korban, mengalami stres, depresi, terancam, dan kehilangan sebagian harta untuk membayar bunga.

 

Saatnya Melek Keuangan

Jumlah penduduk perempuan terus meningkat. Bahkan, diperkirakan pada 2032 akan lebih banyak daripada laki-laki. Jumlah perempuan diprediksi mencapai 149,19 juta jiwa dan laki-laki sebanyak 149,17 juta jiwa (databoks.katadata.co.id). Dengan jumlah itu, perempuan menjadi pasar potensial bagi produk apa pun. Termasuk jasa investasi, pinjol, financial technology, dan layanan keuangan lain seperti pay later.

Tren kebutuhan gaya hidup untuk menunjukkan ’’This is Me’’ lewat media sosial dan gaya belanja yang mengikuti kemauan hati (impulsive buying) pada sebagian perempuan dapat memicu tindakan yang tidak rasional. Mereka bisa berbelanja melampaui batas kemampuan yang dimiliki.

Bagi perusahaan jasa keuangan dan produsen, kondisi konsumen yang demikian menjadi peluang untuk meraup keuntungan. Namun, dari sisi dampak kepada masyarakat luas, khususnya kaum perempuan, itu menjadi hal yang tidak baik.

Apa yang dilakukan OJK untuk mengedukasi melalui 10 buku seri literasi keuangan di website-nya, dan informasi lain tentang lembaga fintech yang berizin, belum diketahui oleh sebagian besar orang. Edukasi tentang literasi keuangan sangat terbatas jangkauan targetnya. Padahal, mayoritas perempuan Indonesia tinggal di pedesaan dan berpendidikan rendah. Kalaupun berpendidikan menengah ke atas, mereka kurang suka membaca.

Hasil survei OJK pada 2019 menunjukkan tingkat literasi dan inklusi keuangan laki-laki sebesar 39,94 persen dan 77,24 persen. Sementara itu, perempuan relatif lebih rendah, yakni 36,13 persen dan 75,15 persen. Kondisi itu butuh solusi yang sifatnya masif.

Kita memiliki organisasi perempuan yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Seperti Aisyah, Muslimat, Fatayat, serta organisasi keagamaan dan non keagamaan lain, misalnya Dharma Wanita dan PKK. Organisasi itu seharusnya menjadi target edukasi karena dampaknya luas dan selama ini belum banyak kegiatan edukasi yang dilakukan lewat organisasi tersebut.

Siapa yang harus memelopori? Mengandalkan inisiatif mandiri dari masyarakat tentu sangat sulit. Idealnya, ada sinergi kementerian terkait dengan pemerintah daerah. Bahkan, jika perlu dikompetisikan agar semangat untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya perempuan, dapat dilakukan secara luas.

Metodenya tentu disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang dituju. Yang penting menarik, apalagi jika dilengkapi dengan kasus-kasus nyata.

Ketika perempuan memiliki literasi keuangan, hal itu akan membantu terwujudnya kesejahteraan keluarga serta menurunnya korban inbod dan pinjol ilegal. Semoga pada 144 tahun peringatan Hari Kartini dan Hari Konsumen Nasional, perempuan-perempuan Indonesia semakin bijak dan melek keuangan. (*)

 

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments