Konten dari halaman ini Pemilu dan Tanggung Jawab Politik Korporasi

Pemilu dan Tanggung Jawab Politik Korporasi

- Advertisement -

CORPORATE political responsibility (CPR) atau tanggung jawab politik korporasi merupakan gagasan relatif baru. CPR memperluas gagasan dan praktik pendahulunya (tanggung jawab sosial korporasi/CSR), yang mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi dengan pemangku kepentingan korporasi.

BACA JUGA : Simak Kembali Berbagai Aksi Korporasi BRI di Tahun 2022, Dari Terbitkan Green Bond Hingga Sebar Dividen Interim

Merujuk karya Bohnen (2021), CPR merupakan sikap tanggung jawab korporasi demi kepentingan ekonomi yang tercerahkan. Inti dari CPR adalah penguatan struktur kelembagaan negara demokrasi liberal dan konstitusional sebagai kasus bisnis. Dalam praktiknya, korporasi menjalankan tindakan sosial politik, seperti lobi, proyek partisipasi politik, dan penyediaan barang kolektif.

CPR tidak melupakan kontribusi sosial konstruktif dalam menjalankan bisnis, seperti melalui pembayaran pajak, penyediaan lapangan kerja. CPR merupakan bagian dari investasi. Korporasi menyadari bahwa dalam jangka panjang, masyarakat terbuka yang kuat dan tangguh akan memberi manfaat bagi dunia usaha.

Tuntutan Elektoral

Dalam perspektif nonbisnis, CPR menjelaskan tanggung jawab korporasi agar terlibat dalam kegiatan politik demi kepentingan publik. Korporasi wajib berpartisipasi dalam proses politik dan berkontribusi kepada masyarakat melalui aktivitas politiknya. CPR sederhananya merupakan partisipasi politik korporasi.

Gagasan penting CPR terutama pada perubahan paradigma tanggung jawab korporasi yang tak hanya bernilai sosial. Secara bersamaan, CPR mendorong korporasi mewujudkan nilai publik. Yakni memengaruhi kebijakan, program, dan aktivitas lembaga demokrasi agar senantiasa mempertimbangkan nilai kemanfaatan publik.

Kepercayaan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo merupakan salah satu tantangan nyata bagi korporasi. Jajak pendapat beberapa lembaga survei mengungkap kepercayaan publik yang stabil. Riset opini Lembaga Survei Indonesia/LSI (31 Maret–4 April 2023) mengukur kepuasan tertinggi atas kinerja presiden (76,8 persen). Capaian tersebut merangkak naik dari angka kepuasan 69,5 persen (Februari 2020).

Setali tiga uang, hasil survei nasional Indikator (11–17 April 2023) menakar kepuasan kinerja mencapai 78,5 persen. Peningkatan kepuasan itu terutama konsisten dengan penilaian positif kondisi ekonomi. Sementara kesimpulan survei LSI menunjukkan persepsi positif sama.

Namun, selain kepuasan kinerja tinggi menurut survei Indikator, terdapat 20,3 persen responden yang kurang dan tidak puas sama sekali. Mereka beralasan bantuan tidak merata, kenaikan harga kebutuhan pokok, pengangguran, kemiskinan, dan korupsi.

Perubahan Pandangan

 

Perspektif dominan atas keterlibatan kaum korporat dalam praktik kekuasaan, yaitu kekuatan oligarki. Intinya, pemerintahan diarahkan oleh sekelompok kecil dan eksklusif. Oligarki melibatkan kaum kaya dalam mengarahkan kekuasaan.

Studi beberapa Indonesianis (Pepinsky dkk, 2013) mengungkap lima rute bekerjanya oligarki di Indonesia. Pertama, melalui penataan aturan elektoral. Kedua, memperkuat soliditas kekuatan rezim sebelum demokrasi hingga masih berkuasa di era demokrasi.

Jalur selanjutnya memanfaatkan politisi ulung yang mampu menentukan arena politik. Keempat, politik oligarki memanfaatkan kesenjangan material dan kekuatan oposisi yang lemah dan terpecah. Rute kelima, oligarki mempraktikkan politik kebijakan, cenderung mengesampingkan perdebatan opsi kebijakan berbasis bukti.

CPR mendorong perubahan sudut pandang dominan tersebut. Keterlibatan korporasi berperan sebagai motor kepentingan publik, bukan semata motor kepentingan politik dan ekonomi. Insentif nilai ekonomi memang merupakan insting korporasi. Namun, CPR mendorong korporasi memikul pula tanggung jawab mewujudkan nilai publik.

Praktik CPR sebenarnya pernah ada saat sebuah korporasi bekerja sama dengan Kemendagri ”menyekolahkan” kepala daerah ke PT ternama Amerika Serikat pada 2013. Hanya, pendekatan tersebut cenderung pemimpin-sentris.

Para kepala daerah tidak otomatis mampu memanfaatkan ilmunya dalam kepemimpinan. Konteks di luar pemimpin daerah tidak selamanya mendukung terobosan kepemimpinan, sebaliknya bisa menghambat. Maka, CPR menganjurkan pendekatan korporasi yang mengusung nilai publik dalam tindakan dan dampak politik kepemimpinan.

 

Kontribusi Demokrasi

Dalam kajian politik, keterlibatan politik entitas swasta termasuk tema governance (tata kelola pemerintahan). Literatur terbaru memandang governance sebagai proses interaktif dengan mengarahkan masyarakat dan ekonomi menuju tujuan yang dinegosiasikan secara kolektif (Ansell dan Torfing, 2022). Korporasi ambil bagian dalam interaksi pembuatan keputusan kolektif, khususnya kebijakan ekonomi.

Sayangnya, pemahaman tersebut cenderung bisnis-sentris. Keterlibatan korporasi terutama demi mendorong kebijakan ramah bisnis. Dalam kaitan pemilu yang mempertaruhkan kepentingan lebih luas, pendekatan governance terlalu sempit.

Tidak terbatas pada upaya mendorong kompetisi politik sehat dan parpol yang kaya gagasan alternatif, melalui CPR, korporasi dapat mewujudkan tanggung jawabnya dengan meningkatkan level partisipasi politik warga saat dan setelah pemilu. Misalnya melalui pelatihan keterampilan politik warga untuk berargumen kritis dan kreatif terhadap gagasan kandidat dan parpol.

Pun, CPR bisa membantu kecakapan warga memanfaatkan informasi dalam konsultasi dan negosiasi kebijakan. Korporasi mendorong musyawarah dan kesempatan semua warga untuk memengaruhi kebijakan yang menentukan hajat hidupnya. Alhasil, setiap masa pemilu, korporasi tak cuma berperan sebagai donatur politik. (*)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments