PERINGATAN 1 Abad NU di Sidoarjo Selasa (7/2) berlangsung penuh ekstravaganza. Ada marching band kolosal, ada penampilan koreografi massal karya Denny Malik, ada orkestra Adie M.S., dan ada penampilan grup rock Slank.
Presiden Joko Widodo hadir memberikan sambutan. Seperti menyesuaikan dengan tradisi nahdliyin yang suka guyon, Jokowi membuka pidato dengan canda. Setelah menyaksikan atraksi ribuan Banser (Barisan Ansor Serbaguna) berparade menyanyikan lagu We Will Rock You dari Queen, Jokowi memberikan pujian. Kata Jokowi, setelah berusia satu abad, NU semakin maju karena mulai menyukai lagu-lagu rock.
Hadirin tertawa dan bertepuk tangan. Mungkin ada yang tersenyum kecut karena tersindir. Dalam bahasa mafhum mukholafah, atau pengertian terbalik, Jokowi menyiratkan bahwa dulu NU hanya sholawatan dan marhabanan – sebagai simbol tradisionalisme– tapi sekarang sudah mulai menyukai lagu-lagu rock sebagai simbol modernisme dan internasionalisme.
Selain acara pertunjukan yang meriah dan penuh ingar bingar itu, NU juga mengadakan Muktamar Fikih Peradaban. Beberapa ulama, mufti, dan ahli fikih internasional dikumpulkan untuk membahas reorientasi fikih, dari wawasan tradisional menuju wawasan yang global yang berkesesuaian dengan kebutuhan dunia internasional.
Di masa lalu halaqah fikih di kalangan NU membahas masalah-masalah tradisional seputar amalan ibadah keseharian warga NU. Di era kepemimpinan KH Yahya Staquf, NU ’’goes international’’ dengan mengadakan pertemuan R-20 yang mengumpulkan tokoh-tokoh lintas agama di Bali, 2022 yang lalu.
Kali ini Gus Yahya ingin merumuskan fikih baru supaya sesuai dengan kebutuhan geopolitik internasional yang sudah berubah karena globalisasi.Dalam forum ini, para mufti dan ahli hukum Islam mengulas berbagai persoalan kontemporer dari sudut pandang Islam, mulai dari format negara-bangsa, relasi dengan non-Muslim, hingga tata politik global.
Salah satu fokus pembahasan penting adalah tentang Piagam PBB di mata syariat Islam. Setelah piagam ini dideklarasikan oleh PBB pada 1945, diharapkan seluruh dunia mengadopsinya menjadi bentuk baku pemerintahan di seluruh negara anggota PBB. Bentuk negara itu adalah ’’nation-state’’ negara bangsa yang berdasar pada nasionalisme sekuler. Dengan demikian, pembentukan negara berdasar khilafah atau pan-Islamisme dianggap tidak sesuai dengan Piagam PBB.
Menurut NU, gagasan mengenai tata dunia damai baru muncul setelah Perang Dunia II dengan lahirnya Piagam PBB. Sebelum itu, masyarakat dunia masih diliputi sektarianisme yang syarat konflik, termasuk di internal umat Islam sendiri. Karena itu, jika hendak mengembangkan wacana syariat tentang perdamaian dan toleransi, maka harus bermuara dari Piagam PBB.
Menjadikan PBB sebagai rujukan utama untuk membangun peradaban dunia yang damai bisa memunculkan pertanyaan serius. PBB didirikan oleh negara-negara pemenang Perang Dunia II yang terdiri atas Amerika, Eropa, dan Uni Soviet. Meskipun sama-sama berkumpul di PBB, Amerika dan Uni Soviet tidak pernah rukun.
Setelah Perang Dunia II berakhir, muncul Perang Dingin antara dua blok kekuatan dunia, Amerika Serikat yang kapitalis-liberal vs Uni Soviet yang sosialis-komunis. Perang Dingin ini tidak kalah menegangkan dibanding perang panas karena kedua pihak terlibat dalam perlombaan senjata –termasuk nuklir– yang setiap saat bisa menghancurkan dunia.
Uni Soviet runtuh pada 1990 dan Amerika Serikat menjadi kekuatan superpower satu-satunya di dunia. Amerika pun menjadikan PBB sebagai instrumen untuk memaksakan nilai-nilai demokrasi liberal ke seluruh dunia.
Salah satunya adalah konsep mengenai HAM, hak asasi manusia, yang dipaksakan untuk diterima di seluruh dunia. Piagam PBB mengenai bentuk negara-bangsa juga merupakan bentuk dari penyeragaman yang dipaksakan oleh Amerika dan Barat ke seluruh dunia.
Penyeragaman itu mendapat tentangan keras dari banyak elemen. Perang Rusia-Ukraina adalah salah satu bukti bahwa penyeragaman demokrasi liberal yang dipaksakan oleh Amerika ditentang oleh Rusia.
Samuel Huntington memprediksi munculnya ’’Perang Peradaban’’ setelah runtuhnya komunisme. Konflik-konflik yang terjadi sekarang merupakan cermin dari perang peradaban antar beberapa peradaban besar. Empat peradaban besar yang akan saling berkonflik adalah Kristen Barat, Islam, Konfusianisme, dan Kristen Ortodoks di Eropa Timur.
Keseragaman yang dipaksakan oleh Amerika mendapatkan tantangan yang sangat serius dalam bentuk pengelompokan peradaban yang saling bersaing. Universalisme demokrasi-liberal, universalisme konsep HAM, dan universalisme bentuk negara bangsa adalah bentuk arogansi peradaban Barat yang dipaksakan ke seluruh dunia oleh Amerika.
Muktamar Fikih Peradaban yang digagas PBNU berusaha memberi legitimasi fiqhiyah terhadap universalisme peradaban sekuler-liberal Amerika yang dirumuskan dalam Piagam PBB itu. NU sedang menggarap proyek besar dan akan menghadapi gelombang penentangan besar karena ada arus besar yang melawan gagasan universalisme itu.
Kelihatannya Gus Yahya siap menantang arus besar itu. NU siap mengguncang dunia. Mungkin itu pula sebabnya Banser menyanyikan lagu We Will Rock You. (*)
*) Pemimpin Redaksi Jawa Pos 2000–2002