Konten dari halaman ini Puasa Menempa Karakter Ketakwaan - Prokalteng

Puasa Menempa Karakter Ketakwaan

- Advertisement -

SEPERTIGA Ramadan telah kita jalani dengan ibadah puasa dan ibadah sunah yang dianjurkan di siang dan malam hari. Selayaknya, umat beriman yang dipanggil untuk menunaikan ibadah puasa mengintrospeksi diri seberapa jauh rangkaian ibadah Ramadan telah memberikan pengaruh positif terhadap kualitas hubungan spiritual dengan Maha Pencipta dan hubungan kemanusiaan dalam tatanan semesta.

Bulan suci Ramadan sebagai bulan penuh berkah menghadirkan banyak makna bagi kehidupan individu dan sosial menuju terbentuknya karakter ketakwaan. Ibadah puasa (shiyam) merupakan titik sentral seluruh ibadah pada Ramadan.

Puasa mendidik dan melatih manusia agar mengartikulasikan fitrah kemanusiaan sebagai makhluk yang memiliki sifat-sifat baik dan menyimpan kepekaan nurani untuk menerima kebenaran. Puasa secara psikologis mengondisikan hati nurani manusia agar menjadi cermin kebaikan selama tidak diselubungi titik-titik noda kabut kegelapan akibat perbuatan dosa.

Imam Al-Ghazali dalam mahakaryanya, Ihya Ulum ad-Din, mengemukakan, jika seseorang selalu menjaga kebersihan jiwanya, titik-titik noda itu akan hilang dan sirna sehingga cermin kalbunya akan bersinar kembali menerima pantulan dan pancaran Nur Ilahi. Bahkan, mungkin akan lebih kuat serta luar biasa sinar yang dipantulkan ke sekitarnya.

Puasa identik dengan kata kunci imsak, yang berarti menahan. Istilah tersebut dapat dimaknai sebagai sikap menahan diri dari segala perilaku yang menjauhkan manusia dari keridaan Allah dan menahan diri dari perilaku yang melukai perasaan sesama.

Dengan demikian, nilai-nilai dan hikmah puasa yang dihayati dengan baik akan mendorong umat berlomba berbagi dan memberi serta sebaliknya mencegah perilaku pamer kekayaan dan gaya hidup hedonis. Bukankah Islam mengajari umatnya agar memaknai segala kelebihan rezeki, ilmu, jabatan, popularitas, dan pengaruh yang dimiliki sebagai amanah dan wasilah untuk berbuat baik, bukan sebagai sumber kebanggaan dan kesombongan.

Perilaku beragama yang tecermin dalam karakter ketakwaan merupakan modal rohaniah yang memiliki peranan penting dalam pembangunan bangsa. Ketidakberesan dalam kehidupan masyarakat terjadi akibat rapuhnya karakter manusia yang gagal memisahkan pilihan baik dan buruk.

Dalam pemaknaan teologis, puasa merupakan penempaan jiwa dari Maha Pencipta agar setiap muslim memiliki mental dan moral yang tangguh untuk menghadapi godaan hawa-nafsu yang selalu mendorong manusia berbuat dosa dan menyimpang dari kebenaran. Ibadah puasa Ramadan mempertajam nalar dan kemampuan manusia dalam mengatasi problema dan tantangan kehidupan yang berat dan kompleks.

Setelah menjalani ibadah puasa Ramadan sebagai sarana penyucian jiwa dan pengendalian diri, diharapkan terbentuk alumni Ramadan yang memiliki integritas dan karakter ketakwaan sesuai dengan tujuan diwajibkannya ibadah puasa itu sendiri. Ramadan juga melatih seseorang untuk disiplin serta taat pada hukum dan aturan yang berlaku.

Kita dilatih untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT, istiqamah dalam beribadah menjalin dan membina hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar.

Jika direnungkan alasan Nabi Muhammad SAW mewajibkan umatnya menunaikan zakat fitrah sebagai penutup ibadah puasa Ramadan, hikmahnya, umat Islam, setelah meninggalkan suasana Ramadan dengan kenikmatan menjalankan puasa, salat Tarawih, tilawah Alquran, dan iktikaf di masjid, harus kembali ke dunia nyata dengan membawa semangat Ramadan.

Yang intinya adalah takwa dan peduli dengan nasib orang-orang yang lemah dan memerlukan pertolongan.

Keseimbangan antara kehidupan individual dan kehidupan sosial harus diwujudkan pasca-Ramadan dalam kehidupan kita sebagai pribadi, masyarakat, dan bangsa. Seorang yang ikhlas menjalankan kewajiban puasa semestinya akan konsisten memelihara kesucian diri yang telah diraihnya dengan perjuangan berat itu.

Dia tidak mau meruntuhkan nilai-nilai puasa dengan perilaku di luar Ramadan yang bertentangan dengan ajaran agama dan merugikan hak hidup orang lain. (*)

 

*) ZAINUT TAUHID SA’ADI, Wakil Menteri Agama

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments