Konten dari halaman ini Menyolidkan TNI-Polri

Menyolidkan TNI-Polri

- Advertisement -

PERSELISIHAN antara TNI dan Polri kembali terjadi di sejumlah daerah. Pada pengujung April, ada oknum anggota TNI Denzipur 11/MA yang mengeroyok dua anggota Polres Merauke. Insiden dipicu salah paham saat kedua belah pihak berkendara ke Bandara Mopah, Merauke, (Papua 60 Detik, 30/4).

Tiga hari sebelumnya, Mapolres Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), diserang ratusan orang pada Kamis (27/4). Sejumlah fasilitas mapolres rusak dan seorang polisi berpangkat bripka mengalami luka tembak di perut. Diduga, insiden tersebut dipicu pengeroyokan terhadap dua anggota TNI oleh anggota Reskrim Polres Jeneponto pada Rabu (26/4) di sebuah warung (Jawapos.com, 28/4).

Di Kupang, NTT, pada 19 April juga terjadi kericuhan di Gelanggang Olahraga Oepoi karena salah paham antara anggota TNI dan Polri. Dalam bentrokan itu, empat anggota kepolisian terluka. Tiga sepeda motor, satu mobil patroli polisi, dan satu mobil lainnya dibakar serta tiga pos polisi dirusak.

Dalam dua tahun terakhir, KontraS mencatat 19 kasus serupa. Kepolisian juga melaporkan, selama periode 2020–2022, terdapat 28 kasus konflik anggota TNI dan Polri. Misalnya, insiden penyerangan Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, pada 29 Agustus 2020. Pada 20 Februari 2022, pos polisi lalu lintas di Kabupaten Sinjai, Sulsel, diserang oknum TNI yang mengendarai sepeda motor. Insiden itu dipicu balapan motor di depan Mapolres Sinjai.

Menodai Kepercayaan Publik

Bentrokan antardua institusi besar dan strategis negara tersebut tidak hanya mencoreng kehormatan diri dan lembaga, tetapi juga berpotensi memicu terkoyaknya rasa aman publik, terutama menjelang Pemilu 2024. Konflik antaraparat dengan aneka kasus kekerasan yang menyertainya itu juga berkorelasi pada pelemahan persepsi dan kepercayaan publik.

Baca Juga : Ingat! Malam Ini Terjadi Gerhana Bulan Penumbra

Sejauh ini publik masih memberikan kepercayaan yang tinggi kepada TNI. Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Februari 2023, misalnya, merilis survei bahwa TNI dan presiden menjadi lembaga teratas yang dipercaya publik. Sebaliknya, Polri berada di peringkat ke-12, setingkat lebih baik daripada parpol.

Berbagai catatan kritis soal perilaku oknum TNI yang belum merepresentasikan dirinya sebagai penjaga rakyat dan perekat bangsa yang mencederai kepentingan rakyat, termasuk konflik dengan ”saudara mudanya”, Polri, adalah alarm bagi masa depan kemanunggalan TNI dengan asas profesionalisme, nilai sivilitas, dan demokrasinya.

Sebagai garda terdepan pertahanan negara dalam menjaga dan memelihara keutuhan wilayah NKRI maupun sebagai institusi prominen penjaga keamanan negara, TNI-Polri semestinya tampil sebagai dua kekuatan berpengaruh dan berwibawa di mata masyarakat.

Dalam aspek demokrasi, TNIPolri merupakan institusi yang mempromosikan perlindungan terhadap hak-hak sipil serta menjadi simpul perawat nilainilai kejuangan dan ideologi Pancasila yang elegan di mata rakyat dan negara.

Namun, oknum pada dua institusi ini beberapa kali terlibat friksi dengan motif atau detonasi yang sepele. Misalnya, saling ejek di tempat hiburan malam, ketersinggungan dan salah paham karena berita bohong, tak terima ditegur pakai helm, urusan wanita, saling minta rokok, balap motor, dan lain-lain. Urusan-urusan sepele ini berkembang menjadi persoalan yang kompleks (ontogenik) manakala melibatkan jiwa korsa (esprit de corps) institusi.

Jiwa Korsa

Kita tahu, di satu sisi, jiwa korsa bisa membentuk solidaritas, militansi, loyalitas, dan kesetiaan yang bertumpu pada kolektivitas. Jiwa korsa bisa menyatukan spirit sepenanggungan dan daya juang serta keberanian untuk mencapai tujuan bersama.

Namun, dalam takaran overdosis, jiwa korsa rentan memproduksi fanatisme-koersif yang menabrak rasionalitas dan kepentingan umum (Houston, 2000). Apalagi ketika direkatkan pada ego, gengsi, dan harga diri yang dalam deskripsi jiwa manusianya Plato disebut thumos.

Thumos adalah bagian jiwa manusia selain epithumia (nafsu biologis) dan logistikon (rasio) yang kerap diaktualisasikan dalam kesetiakawanan berlebihan atau agresif yang melangkahi prinsip keutamaan (civic virtue): menempatkan kepentingan publik, bangsa, dan negara di atas kepentingan individu/kelompok.

Seseorang bisa menjadi sosok yang kasar, brutal, manakala kehormatan atau identitas (thumos) diri dan kelompoknya ”diserang”. Apalagi jika perasaan ”diserang” itu dikapitalisasi habitus militerisme (Hendropriyono, 2014).

Persoalannya, habitus tersebut kehilangan adekuatnya ketika situasi lingkungan (eksternal) tidak mampu mengontrolnya sebagai energi konstruktif. Misalnya, soal iritasi peran dan kecemburuan sosial antarlembaga. Berbagai pembiaran kasus kepemilikan rekening jumbo dan flexing hidup mewah di kalangan (keluarga) aparat tanpa penegakan hukum yang tegas dan adil.

Ini tidak hanya memengaruhi kepercayaan publik, tetapi secara spesifik juga memicu kecemasan kelompok/institusi tertentu karena dianggap tidak memiliki privilese, kekuasaan, dll. Dan biasanya diekspresikan dalam perilaku kompulsif: intimidasi, perusakan, kekerasan, bahkan membunuh karena dianggap sebagai satu-satunya cara menyelamatkan ego dan kehormatan diri/kelompok.

Mengurai akar gesekan oknum TNI-Polri semestinya dimulai dari pelembagaan struktur perilaku kepemimpinan yang mengedepankan integritas dan keteladanan moral dan hukum. Dalam ilmu organisasi, dikenal semboyan Pimpinan Adalah Aturan (Lane & Cornelius, 1984).

Artinya, penciptaan habitus prajurit yang menjunjung tinggi rasionalitas, taat aturan, berintegritas, serta mengabdi pada perdamaian dan ketertiban sosial hanya akan efektif kalau dimulai dari struktur pimpinannya.

Dalam strategi organisasi, hal tersebut dikenal sebagai pendekatan uplifting (meninggikan bawahan/prajurit). Pimpinan/komandan memberikan keteladanan laku yang spartan, tegas, adil, dan berpihak pada kepentingan bangsa dan negara secara masif dan kontinu kepada bawahan/prajuritnya. Hanya dengan itu, habitus baru bisa terbentuk serta soliditas (prajurit) TNI-Polri di mata masyarakat, bangsa, dan negara akan tumbuh dan bertahan. (*)

- Advertisement -
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -

HUKUM KRIMINAL

Recent Comments