Hadirnya dukungan pendanaan internasional ini, tentu membawa angin segar bagi pencapaian target komitmen NDC, mengingat keterbatasan kapasitas pendanaan publik yang ada baik dari APBN maupun APBD.
Dari hasil pendataan climate budget tagging yang dilakukan setiap tahunnya oleh pemerintah, kemampuan APBN/APBD mendukung pencapaian target NDC tidak lebih dari 34%. Sementara total pencapaian kebutuhan NDC 2030 itu sendiri relatif sangat besar mencapai Rp 4,002 triliun (data hitungan 3rd BUR).
Tak salah jika dukungan pendanaan bersumber dari non-pemerintah menjadi krusial dalam menutup celah pendanaan baik melalui private dan korporasi, filantropi, masyarakat sipil dan aktor-aktor pembangunan lainnya.
BPDLH dan inovasi pendanaan
Sejak 2018, inovasi pendanaan publik terus dijalankan pemerintah melalui upaya dan aksi nyata. Ditandai dengan penerbitan the 1st Souvereign Green Sukuk langkah tersebut senantiasa dilakukan secara berkelanjutan setiap tahunnya. Perluasan skema juga diupayakan melalui penerbitan Green Sukuk Retail yang menyasar konsumen domestik individual sejak 2019, penerbitan SDG Bonds sejak 2022 serta Blue Bonds di medio 2023 ini.
Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TkDD) pun direformasi agar selaras dengan komitmen di dalam NDC. Kepada daerah yang memiliki kinerja pengelolaan sampah mumpuni sudah mendapatkan reward melalui Dana Insentif Daerah (DID) sejak 2019.
Perbaikan kriteria Dana Alokasi Khusus (DAK) Sektor Kehutanan dan Lingkungan Hidup dipertajam setiap tahunnya demi mendorong perbaikan ke arah pencapaian NDC. Revisi Undang-undang (UU) Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah telah memberikan angin segar bagi peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) bagi daerah dengan karakteristik tertentu (salah satunya daerah dengan luasan tutupan hutan yang besar).
Reformasi kelembagaan juga dilakukan melalui pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagaimana dimandatkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (IELH).
Secara spesifik mandat dikuatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan (PDLH) yang diterjemahkan ke dalam aturan teknis di level Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
BPDLH sendiri merupakan salah satu Badan Layanan Umum (BLU) Pengelola Dana yang bergerak di sektor-sektor utama yang ada di dalam dokumen NDC 2030. Sektor-sektor utama tersebut direpresentasikan melalui penunjukan anggota Komite Pengaran (Komrah) BPDLH. Tugas utama Komrah adalah memberikan arahan dan pedoman prinsip bagi keberlanjutan bisnis proses BPDLH saat ini dan ke depannya.
BPDLH sendiri memiliki tujuan besar mendukung target peningkatan kualitas lingkungan hidup dan ketahanan masyarakat secara menyeluruh. Untuk mencapai target tersebut, beberapa manfaat yang diwujudkan diantaranya penurunan emisi GRK, perbaikan kualitas lingkungan hidup, perbaikan ketahanan masyarakat serta perbaikan ketahanan bencana dan iklim.
Program tematik yang dimunculkan meliputi pengelolaan hutan dan lahan berkelanjutan, energi terbarukan, transportasi dan pengembangan kota rendah emisi, pengendalian polusi dan limbah, industri hijau serta sirkuler ekonomi, kesehatan, ketahanan pangan dan air sekaligus adaptasi serta pengelolaan risiko bencana.
Dalam memberikan jasa layanan, BPDLH menawarkan beberapa instrumen pengelolaan dana melalui mekanisme belanja dana program, pembiayaan serta investasi. Di dalam instrumen belanja, dana program yang sudah dikelola mayoritas terkait pembayaran berbasis kinerja REDD+ baik dari lembaga internasional (Green Climate Fund/GCF dan World Bank) maupun bilateral (Pemerintah Kerajaan Norwegia).
Pengelolaan dana bersumber lembaga filantropi dunia juga sudah mulai beroperasi (Ford Foundation dan CLUA) untuk penguatan kapasitas masyarakat di sektor kehutanan.
Melalui instrumen pengelolaan inilah BPDLH berharap dapat mengisi gap pendanaan publik dalam mendukung pencapaian komitmen NDC 2030. Filosofi lebih lausnya lagi, BPDLH berharap dapat memberikan value baru dalam memahami model bisnis berkelanjutan sebagai revenue center bukan semata-mata biaya dan belanja. Ketika pendekatan revenue center diimplementasikan maka multipler efek yang dihasilkan juga makin berlimpah.
*) Joko Tri Haryanto, Direktur Utama BPDLH Kemenkeu